Bestprofit (23/12) – Pada hari Jumat, Dolar AS mengalami penurunan signifikan dari level tertinggi dalam dua tahun, meskipun tetap berada dalam jalur untuk mencatatkan kenaikan minggu ketiga berturut-turut. Penurunan ini terjadi setelah data terbaru menunjukkan adanya perlambatan inflasi, hanya dua hari setelah Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga dan memberikan sinyal bahwa inflasi cukup kuat untuk mengurangi lebih sedikit pemangkasan suku bunga pada tahun 2025.
Meskipun Dolar AS turun 0,72% terhadap sekeranjang enam mata uang lainnya, mencatatkan nilai pada 107,64, mata uang ini sempat mencapai level tertinggi sejak November 2022 di angka 108,54. Di sisi lain, meskipun mengalami penurunan, Dolar diperkirakan akan mengakhiri minggu ini dengan kenaikan 0,72%, yang menunjukkan bahwa sentimen pasar terhadap mata uang tersebut tetap cukup positif meskipun ada gejolak inflasi.
Dalam artikel ini, kita akan membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan Dolar AS, termasuk data inflasi PCE yang lebih rendah dari ekspektasi, kebijakan suku bunga The Fed, serta faktor-faktor eksternal yang berperan dalam perkembangan pasar mata uang.
Perlambatan Inflasi PCE: Dampaknya pada Dolar AS
Data terbaru yang dirilis oleh Departemen Perdagangan menunjukkan bahwa indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), yang merupakan indikator inflasi pilihan bagi The Fed, meningkat sebesar 0,1% pada bulan November, lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan 0,2% yang tercatat pada bulan Oktober. Inflasi yang lebih rendah dari perkiraan ini memberikan angin segar bagi pasar, meskipun inflasi tahunan tetap berada di level 2,4%, sedikit lebih tinggi dari 2,3% pada bulan Oktober.
Inflasi PCE yang lebih moderat ini menunjukkan bahwa tekanan harga dalam perekonomian AS mungkin mulai melambat, yang menjadi berita baik bagi para investor dan trader. Dolar AS cenderung mengalami penguatan ketika inflasi lebih tinggi karena The Fed cenderung merespons inflasi yang tinggi dengan kebijakan suku bunga yang lebih agresif. Sebaliknya, inflasi yang lebih rendah dapat mengurangi kebutuhan akan kenaikan suku bunga lebih lanjut, yang pada gilirannya membuat Dolar sedikit lebih lemah.
Namun, meskipun angka inflasi yang lebih rendah memberikan dampak positif bagi pasar, pengaruhnya terhadap Dolar tidak sepenuhnya besar. Seperti yang akan dibahas lebih lanjut, kebijakan suku bunga The Fed yang terus berfokus pada penurunan inflasi masih memberikan sentimen yang mendukung penguatan Dolar dalam jangka panjang.
Kebijakan Suku Bunga The Fed dan Prospek Pemangkasan pada 2025
Pada Rabu lalu, Federal Reserve memutuskan untuk memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin, mengurangi target suku bunga acuan menjadi 5,00%-5,25%. Langkah ini mengikuti beberapa bulan terakhir di mana inflasi menunjukkan tanda-tanda melambat, dan The Fed mulai lebih berhati-hati dalam kebijakan moneter mereka. Namun, meskipun memangkas suku bunga, para pejabat The Fed memberikan indikasi bahwa pemangkasan lebih lanjut kemungkinan akan terbatas pada tahun 2025, mengingat inflasi tetap berada di atas target 2% meskipun ada penurunan baru-baru ini.
“Pemangkasan suku bunga yang lebih sedikit pada tahun 2025 menunjukkan bahwa The Fed masih melihat risiko inflasi yang perlu diwaspadai,” kata Adam Button, kepala analis mata uang di ForexLive. Ini berarti meskipun ada pelonggaran kebijakan moneter, The Fed tidak akan buru-buru untuk melonggarkan lebih jauh dalam waktu dekat.
Keputusan The Fed ini memberikan sinyal kepada pasar bahwa Dolar AS tetap akan mendukung kebijakan moneter yang ketat meskipun ada penurunan inflasi. Imbal hasil obligasi pemerintah AS yang lebih tinggi, sebagai akibat dari kebijakan suku bunga The Fed, juga turut mendukung penguatan Dolar terhadap mata uang lain.
Meskipun ada beberapa kekhawatiran mengenai inflasi yang lebih tinggi, pasar bereaksi positif terhadap keputusan Fed, yang menunjukkan bahwa bank sentral AS tetap waspada terhadap risiko inflasi yang belum sepenuhnya hilang. Dalam hal ini, kebijakan suku bunga yang tetap tinggi pada 2025 kemungkinan akan memberikan dukungan berkelanjutan bagi Dolar.
Imbal Hasil Obligasi AS dan Pengaruhnya terhadap Dolar
Pada hari Rabu, setelah keputusan suku bunga The Fed, imbal hasil obligasi AS 10 tahun mengalami penurunan 6,2 basis poin menjadi 4,51%. Meskipun penurunan ini terlihat signifikan, imbal hasil obligasi AS masih tetap berada pada level tertinggi dalam enam bulan terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada sedikit penurunan, pasar tetap meyakini bahwa The Fed akan tetap mempertahankan kebijakan suku bunga yang ketat dalam jangka panjang untuk menanggulangi inflasi.
Imbal hasil obligasi yang lebih tinggi berfungsi sebagai daya tarik bagi investor yang mencari hasil lebih tinggi dari aset-aset yang lebih aman seperti obligasi AS. Imbal hasil yang lebih tinggi cenderung membuat Dolar lebih kuat, karena investor asing harus membeli Dolar untuk membeli obligasi AS. Dengan demikian, imbal hasil yang lebih tinggi ini menjadi salah satu faktor penting yang menjaga Dolar tetap berada di level yang relatif kuat meskipun ada penurunan inflasi.
Namun, meskipun ada tekanan penurunan imbal hasil, Dolar masih diperkirakan akan tetap menguat dalam jangka pendek karena ekspektasi akan suku bunga yang tetap tinggi dan kebijakan moneter yang hawkish dari The Fed.
Ketegangan Politik di AS dan Dampaknya pada Dolar
Sementara itu, di luar faktor ekonomi dan kebijakan moneter, ketegangan politik di AS juga menjadi perhatian pasar. Pada hari Jumat, pemerintah AS menghadapi ancaman penutupan sebagian jika Kongres gagal memperpanjang batas waktu untuk RUU belanja yang didukung oleh Presiden terpilih Donald Trump. RUU tersebut gagal disahkan di DPR pada hari Kamis, meningkatkan ketidakpastian politik dan kemungkinan dampaknya terhadap ekonomi AS.
Ketidakpastian politik di AS seringkali menyebabkan volatilitas di pasar mata uang, dan Dolar tidak terkecuali. Meskipun Dolar AS mengakhiri minggu ini dengan kenaikan, pasar akan terus memantau perkembangan situasi politik ini. Jika situasi politik di AS semakin memburuk, hal ini dapat mempengaruhi sentimen investor terhadap Dolar dan meningkatkan permintaan untuk aset yang lebih aman.
Prospek Dolar AS ke Depan
Melihat ke depan, prospek Dolar AS dipengaruhi oleh beberapa faktor utama. Kebijakan suku bunga The Fed yang hawkish tetap menjadi faktor pendorong utama, dengan ekspektasi bahwa suku bunga akan tetap tinggi dalam jangka panjang. Selain itu, data inflasi yang moderat menunjukkan bahwa inflasi di AS mungkin sudah mencapai puncaknya, yang mengurangi kebutuhan untuk kebijakan moneter yang lebih agresif.
Namun, faktor eksternal seperti ketegangan politik domestik dan ketidakpastian global, termasuk potensi ketegangan geopolitik dan perkembangan ekonomi internasional, juga dapat memberikan dampak signifikan pada Dolar. Dolar AS kemungkinan akan tetap kuat dalam jangka pendek, tetapi investor perlu memperhatikan risiko-risiko tersebut yang dapat memengaruhi stabilitas pasar keuangan.
Secara keseluruhan, meskipun Dolar AS mengalami penurunan pada hari Jumat, prospek penguatan jangka panjang tetap terbuka lebar, tergantung pada data ekonomi mendatang, kebijakan moneter The Fed, dan faktor-faktor eksternal lainnya.
Jangan lupa jelajahi website kami di demo bestprofit dan temukan beragam informasi menarik yang siap menginspirasi dan memberikan pengetahuan baru! Ayo, kunjungi sekarang untuk pengalaman online yang menyenangkan!