Bestprofit (14/11) – Pada Rabu, 13 November, dolar AS mengalami penguatan signifikan, mencapai level tertinggi dalam satu tahun terhadap mata uang utama. Kenaikan ini didorong oleh serangkaian faktor, termasuk hasil pemilihan presiden AS yang menguntungkan bagi Donald Trump dan data inflasi yang sesuai dengan ekspektasi pasar. Kenaikan dolar ini juga semakin diperkuat oleh spekulasi terkait kebijakan ekonomi yang akan diambil oleh pemerintahan Trump yang baru, serta dampak dari data inflasi AS yang menunjukkan bahwa kondisi perekonomian tetap dalam jalur yang sesuai dengan harapan.
1. Dolar AS Mencapai Level Tertinggi dalam Setahun
Pada hari tersebut, indeks dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan dolar terhadap sekeranjang mata uang utama dunia, naik 0,43% menjadi 106,44, setelah mencapai puncak 106,53, level tertinggi sejak November 2023. Penguatan dolar ini mencerminkan optimisme pasar terhadap kebijakan ekonomi yang diharapkan oleh pemerintahan Donald Trump yang baru.
Kemenangan Trump dalam pemilu presiden yang baru-baru ini diadakan semakin meningkatkan harapan bahwa kebijakan fiskal yang lebih ekspansif akan diberlakukan. Kemenangan ini diikuti dengan prediksi bahwa Partai Republik akan mengendalikan kedua majelis Kongres pada Januari mendatang. Kendali ini memberi Trump kesempatan lebih besar untuk menerapkan kebijakan seperti pemotongan pajak yang dapat meningkatkan defisit anggaran dan inflasi, dua faktor yang cenderung mendukung penguatan dolar.
2. Harapan Kebijakan Ekonomi dan Tarif Trump
Salah satu alasan di balik penguatan dolar adalah ekspektasi pasar mengenai kebijakan ekonomi yang akan diambil oleh pemerintahan Trump yang baru. Para analis melihat bahwa kebijakan tarif yang lebih proteksionis dan pengurangan pajak yang lebih besar dapat memberikan dorongan sementara bagi ekonomi AS. Meskipun kebijakan seperti itu dapat menyebabkan ketegangan perdagangan global dan meningkatkan inflasi, kebijakan tersebut dipandang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.
Ekspektasi tarif yang lebih tinggi, khususnya tarif impor, diharapkan dapat meningkatkan harga barang di AS, yang pada gilirannya dapat mendukung penguatan dolar. Para investor cenderung membeli dolar sebagai aset yang lebih aman ketika mereka memperkirakan lonjakan inflasi, yang biasanya diikuti oleh langkah-langkah lebih ketat dari bank sentral.
3. Data Inflasi AS yang Sesuai Ekspektasi
Selain faktor politik, penguatan dolar juga didorong oleh data inflasi AS bulan Oktober yang baru dirilis. Indeks Harga Konsumen (CPI) AS tercatat naik sebesar 0,2% pada bulan Oktober, yang merupakan kenaikan bulanan keempat berturut-turut. Data ini sesuai dengan ekspektasi pasar, yang memperkirakan adanya kenaikan moderat dalam inflasi.
Secara tahunan, CPI pada bulan Oktober naik 2,6%, yang masih berada dalam kisaran target inflasi yang diinginkan oleh Federal Reserve. Meskipun ada sedikit kekhawatiran bahwa inflasi mungkin sedikit lebih tinggi dari target, data ini memberi sinyal bahwa inflasi AS tidak menunjukkan lonjakan yang tidak terkendali. Hal ini mengurangi kecemasan mengenai tekanan harga yang ekstrem, dan memungkinkan Federal Reserve untuk tetap melanjutkan kebijakan pelonggaran suku bunga jika diperlukan.
4. Pengaruh Inflasi terhadap Kebijakan Suku Bunga Fed
Salah satu dampak dari data inflasi yang sesuai ekspektasi adalah bahwa pasar kini semakin yakin bahwa Federal Reserve akan terus menurunkan suku bunga dalam waktu dekat. Dengan inflasi yang masih berada dalam batas yang dapat diterima, meskipun sedikit lebih tinggi dari target, Bank Sentral AS cenderung mempertahankan kebijakan moneter yang akomodatif. Hal ini akan menguntungkan dolar, karena suku bunga yang lebih rendah biasanya akan mendorong aliran modal ke AS, memperkuat permintaan terhadap dolar.
Namun, meskipun ada ekspektasi pelonggaran moneter dari Fed, spekulasi terkait kebijakan fiskal Trump, seperti pemotongan pajak yang lebih besar dan kebijakan pengurangan pajak perusahaan, dapat memperburuk defisit anggaran dan meningkatkan inflasi. Dalam hal ini, dolar akan menjadi lebih menarik bagi investor yang mencari perlindungan terhadap ketidakpastian ekonomi global.
5. Dampak Terhadap Mata Uang Lain: Yen dan Euro
Penguatan dolar juga berdampak pada mata uang lainnya, terutama yen Jepang dan euro Eropa, yang masing-masing mengalami penurunan tajam. Yen Jepang, misalnya, jatuh ke level terlemahnya terhadap dolar sejak akhir Juli, menembus angka 155 yen per dolar. Pelemahan yen ini terutama dipicu oleh ketegangan perdagangan global dan ekspektasi bahwa Bank Jepang akan melanjutkan kebijakan moneter yang longgar untuk mendorong pemulihan ekonomi domestik.
Sementara itu, euro juga mengalami penurunan terhadap dolar, turun 0,51% menjadi $1,0569. Euro terus tertekan oleh ketidakpastian politik di Jerman, ekonomi terbesar di kawasan euro. Runtuhnya koalisi pemerintahan Kanselir Olaf Scholz pada minggu lalu, serta pemilihan umum mendatang pada Februari 2024, menambah ketidakpastian politik di Eropa. Kekhawatiran akan ketidakstabilan politik di Eropa, yang dapat mempengaruhi kebijakan ekonomi di kawasan tersebut, menambah beban bagi euro.
6. Yen dan Euro: Ketidakpastian Politik dan Ekonomi Global
Kenaikan tarif yang diperkirakan akan diberlakukan oleh pemerintahan Trump menjadi faktor utama yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar yen dan euro. Meskipun Jepang dan Eropa menghadapi tantangan ekonomi yang berbeda, kedua wilayah ini tetap tertekan oleh ketidakpastian yang meningkat di pasar global.
Bagi Jepang, penurunan nilai yen menambah tantangan bagi Bank Jepang (BoJ), yang harus mempertimbangkan apakah akan menaikkan suku bunga lebih cepat untuk meredam inflasi. Inflasi grosir di Jepang tercatat naik pada laju tahunan tercepat dalam lebih dari setahun pada bulan Oktober, yang menambah beban bagi BoJ untuk memutuskan apakah perlu memperketat kebijakan moneter untuk mengendalikan harga.
Sementara itu, di Eropa, euro terus melemah akibat ketidakpastian politik di Jerman. Runtuhnya koalisi pemerintahan Scholz telah menambah kekhawatiran pasar tentang potensi ketidakstabilan politik di Jerman, yang dapat mempengaruhi ekonomi kawasan euro secara keseluruhan.
7. Prospek Mata Uang di Tengah Ketidakpastian Politik dan Ekonomi
Dalam beberapa minggu ke depan, mata uang global akan terus dipengaruhi oleh perkembangan politik, kebijakan fiskal, dan keputusan bank sentral di AS, Jepang, dan Eropa. Dolar AS kemungkinan akan terus diperkuat oleh ekspektasi pemotongan pajak yang lebih besar dari pemerintahan Trump, serta harapan terhadap kebijakan moneter yang lebih longgar dari Federal Reserve.
Namun, ketidakpastian politik dan ekonomi di Eropa dan Asia, terutama di Jerman dan Jepang, akan tetap membebani mata uang tersebut. Selain itu, keputusan Bank Jepang mengenai suku bunga dan kebijakan moneter akan menjadi faktor kunci dalam menentukan arah pergerakan yen di masa depan.
Kesimpulan
Penguatan dolar AS yang terjadi pada 13 November didorong oleh kombinasi faktor politik dan ekonomi. Kemenangan Donald Trump dalam pemilu presiden dan ekspektasi kebijakan fiskal yang lebih ekspansif telah memperkuat sentimen terhadap dolar. Sementara itu, data inflasi AS yang sesuai dengan ekspektasi menunjukkan bahwa ekonomi AS tetap pada jalur yang stabil, memberi ruang bagi Federal Reserve untuk melanjutkan kebijakan suku bunga rendah. Pengaruh penguatan dolar ini dirasakan pada mata uang utama lainnya, seperti yen dan euro, yang masing-masing tertekan oleh faktor internal dan ketidakpastian global. Ke depannya, arah dolar akan sangat bergantung pada kebijakan Trump dan keputusan yang diambil oleh bank sentral global terkait kebijakan moneter mereka.
Jangan lupa jelajahi website kami di demo bestprofit dan temukan beragam informasi menarik yang siap menginspirasi dan memberikan pengetahuan baru! Ayo, kunjungi sekarang untuk pengalaman online yang menyenangkan!