BPF Malang

Image

Bestprofit | Harga Minyak Turun Menjelang Akhir 2024

Bestprofit (2/1) – Harga minyak mentah pada tahun 2024 diperkirakan akan berakhir dengan kerugian tahun kedua berturut-turut. Meskipun sempat mengalami fluktuasi harga sepanjang tahun, harga minyak mentah tetap stabil pada hari Selasa. Data yang menunjukkan ekspansi manufaktur Tiongkok diimbangi oleh sinyal pasokan yang lebih tinggi dari Nigeria untuk tahun depan. Meskipun ada berbagai faktor yang mempengaruhi harga minyak, prospek untuk tahun depan menunjukkan bahwa pasar akan tetap menghadapi tantangan, dengan permintaan yang lemah dan peningkatan pasokan global.

Penurunan Harga Minyak Mentah di Akhir Tahun 2024

Pada hari Selasa, harga minyak mentah Brent berjangka turun 7 sen atau 0,09%, menjadi $73,92 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 4 sen atau 0,06%, menjadi $70,95 per barel. Meskipun terdapat penurunan harga tersebut, pasar minyak tetap stabil pada level tersebut, namun harga minyak mentah masih mencatatkan kerugian tahunan. Pada akhir tahun 2023, harga Brent berada di level $77,04, sementara WTI di $71,65, yang berarti Brent mengalami penurunan sekitar 4% dan WTI turun sekitar 1% pada tahun ini. Puncak harga minyak mentah Brent pada tahun 2024 tercatat pada bulan April dengan harga mencapai $91,17 per barel. Namun, harga ini masih lebih rendah dibandingkan harga puncak pada 2021 yang tercatat lebih dari $100 per barel. Meskipun ada pemulihan pasca-pandemi, harga minyak pada tahun 2024 dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan fluktuasi yang signifikan, termasuk ketegangan geopolitik, pemulihan permintaan yang lebih lambat dari perkiraan, dan peningkatan produksi dari negara-negara penghasil minyak non-OPEC.
Kunjungi juga : bestprofit futures

Dampak Permintaan yang Lemah dari Tiongkok

Salah satu faktor utama yang membatasi harga minyak adalah permintaan yang lebih lemah dari Tiongkok, yang merupakan konsumen minyak terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Ekspansi manufaktur Tiongkok memang menunjukkan tanda-tanda pemulihan, tetapi dengan laju yang lebih lambat dari yang diharapkan. Pada bulan Desember 2024, data menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur Tiongkok terus berkembang selama tiga bulan berturut-turut, meskipun pada kecepatan yang lebih moderat. Hal ini menunjukkan bahwa stimulus ekonomi yang diberikan oleh pemerintah Tiongkok memang memberikan dukungan, namun tidak cukup untuk mendorong pertumbuhan yang signifikan dalam permintaan energi. IEA (Badan Energi Internasional) dan OPEC juga telah mengurangi proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global untuk tahun 2024 dan 2025, mengingat prospek ekonomi global yang lebih lemah. Tiongkok, yang sebelumnya menjadi pendorong utama pertumbuhan permintaan minyak pasca-pandemi, tidak lagi menunjukkan angka yang menggembirakan. Pemulihan ekonomi Tiongkok lebih lambat dari perkiraan, yang mengakibatkan penurunan kebutuhan akan energi, termasuk minyak. Hal ini menjadi tantangan bagi pasar minyak global yang sangat bergantung pada kekuatan konsumsi energi di negara-negara besar seperti Tiongkok.

Peningkatan Pasokan Global

Selain permintaan yang lemah, pasar minyak juga dipengaruhi oleh peningkatan pasokan global yang semakin meningkat. Negara-negara non-OPEC, khususnya Amerika Serikat dan Rusia, telah meningkatkan produksi mereka secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini mempengaruhi keseimbangan pasokan dan permintaan di pasar minyak dunia. Salah satu faktor yang membatasi pemulihan harga minyak pada tahun 2024 adalah pernyataan Nigeria, salah satu negara penghasil minyak terbesar di Afrika. Nigeria mengumumkan bahwa mereka menargetkan produksi minyak sebesar 3 juta barel per hari pada tahun depan, naik dari sekitar 1,8 juta barel per hari saat ini. Kenaikan produksi ini berpotensi menambah pasokan global yang sudah melimpah. Pasokan yang berlebihan akan mengimbangi upaya OPEC dan negara-negara penghasil minyak lainnya dalam menahan produksi guna menjaga harga tetap stabil.

Proyeksi Pasar Minyak pada Tahun 2025

Melihat ke depan, proyeksi untuk tahun 2025 menunjukkan bahwa harga minyak mungkin akan tetap tertekan. Menurut jajak pendapat Reuters, harga minyak kemungkinan akan dibatasi mendekati $70 per barel pada tahun depan, dengan permintaan yang lemah dari Tiongkok dan peningkatan pasokan global. OPEC+ telah berencana untuk menunda peningkatan produksi hingga April 2025, namun ini kemungkinan tidak akan cukup untuk mengimbangi lonjakan pasokan dari negara-negara non-OPEC. Selain itu, pasokan yang lebih tinggi dari negara-negara penghasil minyak besar lainnya, seperti Amerika Serikat dan Rusia, akan memperburuk kondisi pasar minyak global. Sementara itu, kebijakan yang lebih ketat dari negara-negara besar dalam hal produksi energi, termasuk potensi kebijakan Presiden terpilih AS, Donald Trump, akan memperburuk ketidakpastian di pasar minyak. Kebijakan Trump terkait tarif, regulasi yang lebih longgar, dan pemotongan pajak berpotensi mempengaruhi pasar minyak global, terutama dengan adanya kebijakan “tekanan maksimum” terhadap Iran yang bisa memengaruhi pasokan minyak di Timur Tengah.

Pengaruh Kebijakan Federal Reserve terhadap Pasar Minyak

Kebijakan moneter yang diambil oleh Federal Reserve AS juga akan memiliki dampak yang signifikan terhadap harga minyak pada tahun 2025. Meskipun ada kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh Fed untuk mendorong pertumbuhan ekonomi setelah periode inflasi yang sangat tinggi, dampaknya terhadap permintaan minyak masih belum jelas. Suku bunga yang lebih rendah cenderung memberikan insentif bagi perusahaan untuk meminjam dan berinvestasi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan konsumsi energi. Namun, kelemahan permintaan dari negara-negara besar seperti Tiongkok mungkin akan membatasi dampak positif dari kebijakan moneter yang lebih longgar.

Menghadapi Ketidakpastian Geopolitik

Ketidakpastian geopolitik juga akan terus menjadi faktor yang mempengaruhi pasar minyak pada tahun 2025. Ketegangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, serta kebijakan luar negeri dari pemerintahan AS yang akan datang, dapat memberikan dampak signifikan terhadap pasokan minyak global. Potensi pergeseran kebijakan terkait perang Rusia-Ukraina, serta kebijakan terhadap Iran dan negara-negara Timur Tengah lainnya, berpotensi memperburuk ketidakpastian yang ada.

Kesimpulan: Pasar Minyak di Tahun 2024 dan Prospeknya

Secara keseluruhan, harga minyak mentah diperkirakan akan berakhir dengan kerugian pada tahun 2024, meskipun stabil pada level yang relatif moderat pada hari Selasa. Permintaan yang lemah dari Tiongkok dan pasokan global yang meningkat diperkirakan akan membatasi potensi kenaikan harga minyak dalam waktu dekat. Meskipun OPEC+ terus berupaya mendukung pasar, pasar minyak kemungkinan akan tetap menghadapi surplus pasokan, dengan harga yang cenderung dibatasi sekitar $70 per barel pada tahun 2025. Namun, ketidakpastian geopolitik, kebijakan moneter yang lebih longgar, dan kebijakan luar negeri dari pemerintahan baru AS akan terus memainkan peran penting dalam mempengaruhi pasar minyak global. Oleh karena itu, para investor dan pemangku kepentingan lainnya perlu tetap waspada terhadap perubahan dinamika pasar yang dapat mempengaruhi harga minyak ke depan.
Jangan lupa jelajahi website kami di demo bestprofit dan temukan beragam informasi menarik yang siap menginspirasi dan memberikan pengetahuan baru! Ayo, kunjungi sekarang untuk pengalaman online yang menyenangkan!