
Bestprofit | Ketegangan Timur Tengah Dongkrak Minyak
Bestprofit (12/6) – Harga minyak dunia melonjak lebih dari 4% pada hari Rabu, mencapai level tertinggi dalam lebih dari dua bulan. Lonjakan ini dipicu oleh meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, khususnya kekhawatiran keamanan di Irak, yang memicu langkah evakuasi oleh pemerintah Amerika Serikat. Berita tersebut mendorong pedagang untuk memborong kontrak berjangka minyak, mengantisipasi potensi gangguan pasokan di kawasan produsen utama minyak global.
Lonjakan Harga: Brent dan WTI Sentuh Level Tertinggi Sejak April
Minyak mentah Brent, acuan global, ditutup naik $2,90 atau 4,34% menjadi $69,77 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) asal Amerika Serikat naik $3,17 atau 4,88% menjadi $68,15 per barel. Kedua harga tersebut merupakan yang tertinggi sejak awal April.
Kenaikan tajam ini mencerminkan kekhawatiran pasar akan gangguan pasokan minyak akibat eskalasi geopolitik di kawasan produsen utama seperti Irak, anggota OPEC terbesar kedua setelah Arab Saudi. Pedagang yang sebelumnya tidak memperkirakan risiko sebesar ini dengan cepat bereaksi terhadap berita tersebut.
“Pasar tidak mengharapkan risiko geopolitik sebesar ini,” kata Phil Flynn, analis dari Price Futures Group.
Bestprofit | Minyak Stabil Usai Kesepakatan Perdagangan AS-Tiongkok
Evakuasi Kedutaan AS di Irak: Sinyal Bahaya Serius
Sumber-sumber mengatakan bahwa Amerika Serikat sedang bersiap mengevakuasi kedutaan besarnya di Baghdad, Irak, sebagai respons terhadap meningkatnya ancaman keamanan. Tak hanya itu, pejabat AS juga menyebutkan bahwa tanggungan militer kemungkinan akan dipindahkan dari Bahrain, lokasi strategis lainnya di kawasan Teluk.
Langkah ini bukan hanya menunjukkan ancaman yang sedang berkembang, tetapi juga memicu kekhawatiran bahwa konflik yang lebih besar bisa terjadi dan mengganggu operasi minyak di Irak, yang menyumbang bagian besar dari pasokan global.
Kunjungi juga : bestprofit futures
Ancaman Iran: Serangan ke Pangkalan AS Jika Perundingan Gagal
Menteri Pertahanan Iran, Aziz Nasirzadeh, menegaskan bahwa Teheran siap menyerang pangkalan militer AS di wilayah tersebut jika perundingan nuklir gagal dan konfrontasi militer muncul. Pernyataan ini memperkeruh suasana menjelang putaran baru negosiasi nuklir yang sangat sensitif antara Iran dan Amerika Serikat.
Presiden AS saat itu, Donald Trump, dalam sebuah wawancara yang dirilis pada hari Rabu, menyatakan bahwa ia kurang optimistis Iran akan setuju untuk menghentikan pengayaan uranium—inti dari kesepakatan nuklir yang sempat dibatalkan pada masa pemerintahannya.
Sikap keras ini memperjelas bahwa potensi gangguan pasokan minyak dari Iran—yang sudah terhambat oleh sanksi AS—kemungkinan besar akan berlanjut, bahkan bisa memburuk.
Produksi OPEC+ dan Keseimbangan Permintaan
Meskipun ketegangan geopolitik menjadi faktor utama lonjakan harga minyak saat ini, pasar juga mencermati arah kebijakan produksi OPEC+. Kelompok ini berencana meningkatkan produksi sebesar 411.000 barel per hari pada Juli sebagai bagian dari strategi mengakhiri pemotongan produksi yang telah berlangsung selama empat bulan berturut-turut.
Namun demikian, analis dari Capital Economics, Hamad Hussain, mencatat bahwa permintaan minyak yang lebih tinggi—terutama dari ekonomi besar seperti Arab Saudi—dapat mengimbangi tambahan pasokan ini dan tetap mendukung harga.
“Permintaan yang lebih besar dalam ekonomi OPEC+, terutama Arab Saudi, dapat mengimbangi pasokan tambahan dari kelompok tersebut selama beberapa bulan mendatang,” jelasnya.
Faktor Tambahan: Harapan Kesepakatan Dagang AS-China
Selain ketegangan Timur Tengah, optimisme terhadap kesepakatan dagang antara AS dan China juga memberi sentimen positif pada pasar minyak. Trump menyatakan bahwa Beijing akan mulai memasok magnet dan mineral tanah jarang, serta bahwa AS akan mengizinkan mahasiswa China belajar di perguruan tinggi Amerika.
Walaupun kesepakatan ini masih dalam tahap awal dan tergantung pada persetujuan akhir dari kedua pemimpin negara, sentimen positif ini cukup untuk meningkatkan harapan atas kenaikan permintaan energi dari dua ekonomi terbesar dunia.
Menurut analis Tamas Varga dari PVM, “Risiko penurunan terkait perdagangan dalam minyak telah dihilangkan sementara, meskipun reaksi pasar masih lemah karena tidak jelas bagaimana pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak global akan terpengaruh.”
Data Persediaan AS: Penurunan Stok Dorong Sentimen Positif
Faktor lain yang mendukung kenaikan harga minyak adalah laporan dari Badan Informasi Energi AS (EIA), yang menunjukkan penurunan persediaan minyak mentah sebesar 3,6 juta barel menjadi 432,4 juta barel—lebih besar dari perkiraan analis yang hanya sekitar 2 juta barel.
Bob Yawger, Direktur Energi Berjangka di Mizuho, mengatakan bahwa laporan tersebut “optimis”, menandakan permintaan domestik yang mulai pulih.
Ia juga mencatat peningkatan permintaan bensin motor yang naik sekitar 907.000 barel per hari, menjadi total 9,17 juta barel per hari, yang menjadi indikator bahwa konsumsi bahan bakar kembali menguat di dalam negeri.
Suku Bunga dan Proyeksi Ekonomi: Faktor Pendukung Tambahan
Data inflasi konsumen AS yang hanya naik sedikit pada bulan Mei memberikan harapan bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga pada bulan September. Suku bunga yang lebih rendah biasanya memicu pertumbuhan ekonomi, memperkuat konsumsi, dan mendorong permintaan energi secara keseluruhan.
Kondisi ini memperkuat sentimen positif di pasar minyak, menambah optimisme bahwa permintaan akan tetap kuat meskipun ada tekanan dari sisi pasokan.
Kesimpulan: Minyak dalam Mode Waspada Tinggi
Kenaikan harga minyak sebesar lebih dari 4% mencerminkan bagaimana pasar bergerak cepat merespons krisis geopolitik dan data ekonomi yang mengindikasikan potensi lonjakan permintaan. Ketegangan antara AS dan Iran, ancaman langsung terhadap fasilitas diplomatik dan militer, serta kekhawatiran terhadap pasokan dari Irak dan kawasan Teluk menjadi pemicu utama.
Meskipun OPEC+ berencana meningkatkan produksi, permintaan global yang masih tinggi dan ketidakpastian jangka pendek membuat harga tetap stabil di level atas. Optimisme atas kesepakatan dagang AS-China dan sinyal dari The Fed terkait pemangkasan suku bunga semakin menguatkan kemungkinan bahwa harga minyak bisa tetap tinggi, bahkan berpotensi naik lebih lanjut jika risiko geopolitik terus meningkat.
Dalam kondisi seperti ini, pelaku pasar, analis, dan investor akan terus mencermati setiap perkembangan politik dan ekonomi global yang dapat berdampak langsung pada pasokan dan permintaan minyak dunia.