BPF Malang

Image

Bestprofit | Minyak Lesu, Stok BBM Naik

Bestprofit (17/7) – Harga minyak dunia mengalami penurunan tipis pada hari Rabu, karena pasar dihadapkan pada kombinasi data yang membebani sentimen, mulai dari peningkatan mengejutkan dalam stok bahan bakar di Amerika Serikat hingga kekhawatiran terhadap dampak ekonomi dari kebijakan tarif pemerintahan Presiden AS, Donald Trump. Meskipun terdapat beberapa indikator peningkatan permintaan, pasar lebih banyak fokus pada sinyal pelemahan ekonomi global yang berpotensi menekan konsumsi energi dalam jangka pendek.

Harga Minyak Turun Tipis di Tengah Data Campuran

Harga minyak mentah Brent berjangka ditutup melemah 19 sen, atau 0,3%, menjadi $68,52 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS berjangka turun 14 sen, atau 0,2%, dan diperdagangkan pada level $66,38 per barel. Penurunan ini mengindikasikan reaksi pasar yang hati-hati terhadap data fundamental terbaru, terutama dari Amerika Serikat.

Bestprofit | Minyak Melemah, Pasokan Rusia Jadi Sorotan

Stok Bensin dan Distilat Naik Tajam, Mengecewakan Harapan Pasar

Salah satu pemicu utama tekanan harga datang dari laporan mingguan Badan Informasi Energi AS (EIA), yang menunjukkan bahwa stok bensin naik sebesar 3,4 juta barel pekan lalu. Ini berbanding terbalik dengan ekspektasi analis yang memperkirakan penurunan sebesar 1 juta barel. Stok distilat — yang mencakup produk seperti solar dan minyak pemanas — juga naik secara signifikan sebesar 4,2 juta barel, jauh di atas estimasi pasar yang hanya mengantisipasi kenaikan 200.000 barel.

Menurut Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates, peningkatan tajam ini terjadi karena kilang di AS beroperasi mendekati kapasitas maksimum — sekitar 94%. “Kapasitas kilang yang tinggi menyebabkan peningkatan produksi bahan bakar, tetapi tidak diimbangi dengan permintaan, sehingga menciptakan surplus,” jelasnya.


Kunjungi juga : bestprofit futures

Permintaan Bensin Justru Menurun di Tengah Musim Berkendara

Menambah kekhawatiran pasar, permintaan bensin justru mencatatkan penurunan pada periode di mana seharusnya terjadi peningkatan konsumsi, yakni tepat setelah libur 4 Juli — yang menjadi puncak musim berkendara musim panas di AS.

Data EIA menunjukkan bahwa jumlah produk bensin yang disuplai — yang menjadi proksi permintaan aktual — turun sebesar 670.000 barel per hari menjadi 8,5 juta barel per hari. Penurunan ini memperkuat kekhawatiran bahwa permintaan energi bisa melemah, terutama jika tekanan ekonomi terus meningkat akibat kebijakan perdagangan yang agresif.

Persediaan Minyak Mentah Turun Tajam, Tapi Tak Cukup Dukung Harga

Meskipun data EIA juga mencatat bahwa persediaan minyak mentah turun sebesar 3,9 juta barel menjadi 422,2 juta barel pekan lalu — jauh lebih besar dari perkiraan penurunan sebesar 552.000 barel — fakta ini gagal mengangkat harga secara signifikan. Ini menunjukkan bahwa pasar lebih fokus pada peningkatan stok produk olahan, yang mencerminkan ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi.

Ketegangan Tarif AS-Eropa dan Rusia Bayangi Permintaan Energi

Di luar faktor domestik, pasar juga terguncang oleh kebijakan perdagangan pemerintahan Trump. Komisi Eropa dikabarkan tengah menyiapkan langkah pembalasan jika perundingan dagang dengan Washington gagal membuahkan hasil. Di saat yang sama, Trump juga mengancam akan menerapkan “tarif yang sangat ketat” terhadap Rusia dalam waktu 50 hari, kecuali tercapai kesepakatan untuk mengakhiri perang di Ukraina.

Tarif yang lebih tinggi berpotensi memperlambat aktivitas ekonomi global dengan menaikkan harga barang dan menurunkan daya beli konsumen. Akibatnya, permintaan terhadap energi — termasuk minyak — bisa mengalami perlambatan.

Isu Pemecatan Ketua The Fed dan Potensi Penurunan Suku Bunga

Pasar keuangan juga turut terpengaruh oleh laporan bahwa Trump mungkin akan segera memecat Gubernur Federal Reserve Jerome Powell. Meskipun Trump membantah secara langsung, ia menolak menutup kemungkinan tersebut. Ketidakpastian ini memicu spekulasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan, dengan para pedagang bertaruh pada penurunan pada bulan September dan Desember.

Secara teori, penurunan suku bunga bisa menjadi katalis positif bagi harga minyak karena akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan konsumsi energi. Namun, dalam konteks saat ini, ketidakpastian politik yang menyertainya justru menimbulkan kecemasan di pasar, sehingga reaksi terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga menjadi ambigu.

Federal Reserve: Aktivitas Ekonomi Sedikit Meningkat, Tapi Prospek Suram

Dalam laporan terbarunya, Federal Reserve menyatakan bahwa aktivitas ekonomi AS sedikit meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Namun, prospek ke depan dinilai netral hingga sedikit pesimistis. Para pelaku bisnis melaporkan bahwa tarif yang lebih tinggi memberikan tekanan pada harga, yang pada gilirannya bisa menekan margin keuntungan dan memperlambat ekspansi.

Pernyataan ini memperkuat narasi bahwa meskipun kondisi saat ini belum terlalu buruk, ada kekhawatiran yang meningkat tentang masa depan ekonomi — yang berdampak langsung pada proyeksi permintaan energi global.

Laporan OPEC: Harapan pada Paruh Kedua 2025

Sementara itu, OPEC dalam laporan bulanannya menyampaikan pandangan lebih optimis. Kartel minyak ini memperkirakan bahwa ekonomi global akan mengalami pemulihan pada paruh kedua tahun 2025, didorong oleh kinerja positif di negara-negara berkembang seperti Brasil, Tiongkok, dan India.

Namun, OPEC juga mengakui bahwa pemulihan di Amerika Serikat dan Uni Eropa berjalan lebih lambat dibandingkan ekspektasi, karena masih terguncang oleh tekanan ekonomi tahun sebelumnya.

China Meningkatkan Produksi: Reaksi Terhadap Permintaan Domestik

Dari sisi pasokan global, China menjadi sorotan setelah pabrik penyulingan minyak milik negara meningkatkan produksi secara signifikan. Langkah ini dilakukan setelah menyelesaikan pemeliharaan tahunan dan bertujuan untuk memenuhi permintaan bahan bakar yang meningkat di kuartal ketiga serta mengisi ulang stok solar dan bensin yang berada pada level terendah dalam beberapa tahun.

Peningkatan produksi dari China menambah tekanan pasokan global dan berpotensi menjaga harga minyak tetap rendah dalam jangka pendek, terutama jika permintaan global tidak meningkat secepat ekspektasi.

Kesimpulan: Pasar Minyak Berada di Titik Kritis

Harga minyak berada dalam posisi rapuh, di mana data pasokan dan permintaan saling berseberangan dengan dinamika politik dan ekonomi global. Penurunan harga sebesar 0,2% hingga 0,3% mencerminkan sikap hati-hati investor yang menimbang sinyal positif seperti penurunan stok minyak mentah dan optimisme OPEC, melawan tekanan besar dari peningkatan stok bensin/distilat dan ketidakpastian geopolitik.

Ke depan, pergerakan harga minyak akan sangat tergantung pada arah kebijakan moneter AS, perkembangan geopolitik, serta apakah permintaan bahan bakar dapat benar-benar pulih di tengah musim panas yang biasanya menjadi periode konsumsi puncak.