BPF Malang

Image

Bestprofit | Dolar AS Stagnan di Tengah Libur Pasar

Bestprofit (21/4) – Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan Dolar AS (USD) terhadap enam mata uang utama dunia, tetap berada di bawah level 99,50 selama jam perdagangan awal Eropa pada hari Jumat, 18 April. Kondisi ini mencerminkan suasana pasar yang penuh kehati-hatian, terutama karena kekhawatiran atas dampak ekonomi dari tarif perdagangan serta dinamika internal kebijakan moneter Amerika Serikat.

Greenback Tertekan oleh Kekhawatiran Tarif dan Pertumbuhan Ekonomi

Stabilnya DXY di bawah 99,50 menunjukkan bahwa pelaku pasar tidak agresif membeli Dolar AS, meskipun mata uang ini secara tradisional dianggap sebagai aset aman (safe haven). Salah satu penyebab utama adalah meningkatnya kekhawatiran bahwa tarif perdagangan, terutama terhadap Tiongkok, dapat menghambat pertumbuhan ekonomi AS dalam jangka menengah hingga panjang.

Bestprofit | Dolar AS Tertekan Imbas Konflik Dagang

Kekhawatiran ini datang seiring dengan meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global, di mana Amerika Serikat tidak terkecuali. Sinyal bahwa ekonomi bisa melambat semakin menguat seiring dengan negosiasi dagang yang belum menunjukkan hasil konkret, walaupun Presiden Donald Trump menyuarakan optimisme akan tercapainya kesepakatan dalam waktu dekat.

Hari Libur Jumat Agung Membuat Aktivitas Perdagangan Lesu

Hari Jumat Agung (Good Friday) yang dirayakan di sejumlah negara membuat volume perdagangan menjadi lebih ringan dari biasanya. Banyak investor memilih untuk tidak mengambil posisi besar menjelang akhir pekan panjang, yang turut berkontribusi pada ketenangan pergerakan Dolar AS. Namun demikian, suasana pasar tetap waspada terhadap pernyataan-pernyataan penting yang bisa mengubah arah kebijakan ekonomi dan moneter AS.


Kunjungi juga : bestprofit futures

Pernyataan Jerome Powell Memicu Kewaspadaan Terhadap Stagflasi

Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, memberikan pernyataan yang cukup tegas dan mengisyaratkan kekhawatiran terhadap kondisi perekonomian. Ia memperingatkan bahwa kombinasi antara pertumbuhan ekonomi yang lesu dan inflasi yang persisten dapat mempersulit pencapaian target kebijakan moneter Fed.

Pernyataan Powell ini membuat pasar kembali mencermati risiko stagflasi, yaitu kondisi di mana inflasi tinggi terjadi bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi yang stagnan. Risiko ini menjadi salah satu momok terbesar bagi otoritas moneter karena mempersempit ruang gerak mereka dalam merespons krisis ekonomi.

Meskipun pernyataan tersebut memberikan sedikit dukungan kepada Dolar AS karena menandakan kehati-hatian dari The Fed, namun pasar tetap skeptis mengenai kemampuan bank sentral untuk mengelola situasi ini tanpa menyebabkan guncangan tambahan.

Donald Trump Kembali Mengkritik The Fed dan Powell

Presiden AS saat itu, Donald Trump, tak ketinggalan dalam memanaskan situasi. Ia kembali melontarkan kritik terhadap Ketua Fed Jerome Powell yang dinilainya terlalu lambat dalam menurunkan suku bunga. Trump bahkan menyatakan bahwa pemecatan Powell “tidak bisa dilakukan cukup cepat,” menunjukkan ketidaksabarannya terhadap laju penyesuaian kebijakan moneter.

Kritik politik terhadap otoritas moneter, meskipun bukan hal baru, tetap menimbulkan ketidakpastian di pasar. Intervensi semacam ini dapat merusak persepsi independensi The Fed, yang merupakan fondasi penting dalam menjaga kepercayaan investor terhadap stabilitas kebijakan moneter AS.

Proyeksi Pemotongan Suku Bunga Semakin Menguat

Terlepas dari nada hawkish Powell, pasar uang tetap mengantisipasi pelonggaran kebijakan moneter. Berdasarkan alat CME FedWatch, para pedagang memperkirakan bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar total 86 basis poin hingga akhir tahun 2025, dengan pemotongan pertama diprediksi terjadi pada bulan Juli.

Ekspektasi ini menunjukkan bahwa pasar lebih memercayai data dan tren ekonomi aktual dibandingkan pernyataan kebijakan yang bersifat antisipatif. Jika inflasi tetap tinggi namun pertumbuhan terus melambat, tekanan terhadap Fed untuk bertindak lebih akomodatif akan semakin kuat.

Optimisme Trump Terhadap Negosiasi Perdagangan dengan Tiongkok

Di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi, Trump tetap menunjukkan optimisme dalam negosiasi perdagangan dengan Tiongkok. Dalam sebuah pernyataan, ia mengatakan bahwa Tiongkok telah melakukan beberapa pendekatan positif dan dirinya tidak berniat menaikkan tarif lebih lanjut.

Trump juga menyatakan bahwa kenaikan tarif akan membuat barang-barang dari Tiongkok menjadi tidak terjangkau, yang pada akhirnya akan merugikan konsumen Amerika. Ia menambahkan bahwa kesepakatan dapat dicapai dalam waktu tiga hingga empat minggu, meskipun pernyataan semacam ini sudah beberapa kali muncul sebelumnya tanpa realisasi konkret.

Meski demikian, pasar tetap mencatat pernyataan ini sebagai sinyal positif, terutama jika benar-benar terjadi kesepakatan yang bisa menurunkan tensi geopolitik dan mendorong perdagangan global.

Data Tenaga Kerja AS Menunjukkan Sinyal Campuran

Laporan ketenagakerjaan terbaru dari Departemen Tenaga Kerja AS memberikan sinyal yang beragam. Klaim Pengangguran Awal turun menjadi 215.000 untuk minggu yang berakhir pada 12 April, lebih rendah dari ekspektasi dan dari angka revisi minggu sebelumnya yang berada di 224.000.

Penurunan ini menandakan bahwa pasar tenaga kerja tetap cukup kuat, setidaknya dalam jangka pendek. Namun, di sisi lain, Klaim Pengangguran Berkelanjutan naik sebesar 41.000 menjadi 1,885 juta untuk minggu yang berakhir pada 5 April, menunjukkan bahwa sebagian orang yang kehilangan pekerjaan mungkin lebih sulit untuk segera mendapatkan pekerjaan baru.

Kondisi ini memperkuat pandangan bahwa meskipun pemutusan hubungan kerja masih terbatas, namun pemulihan pasar kerja mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan.

Kesimpulan: Dolar AS di Persimpangan Jalan

DXY yang tetap di bawah 99,50 mencerminkan ketegangan yang sedang dihadapi Dolar AS. Di satu sisi, ada potensi penguatan jika The Fed mempertahankan sikap hawkish dan inflasi tetap tinggi. Di sisi lain, tekanan terhadap ekonomi dan pasar tenaga kerja bisa memaksa Fed untuk lebih longgar, yang akan menekan Dolar.

Ketidakpastian politik dan hubungan perdagangan yang belum pasti juga menambah kompleksitas situasi. Dalam jangka pendek, pasar kemungkinan akan tetap fluktuatif, dengan arah yang sangat bergantung pada perkembangan data ekonomi serta kebijakan moneter dan fiskal di AS.