BPF Malang

Image

Bestprofit | Dolar Melemah, Yen Menguat

Bestprofit (23/7) – Dolar AS melemah terhadap yen Jepang pada perdagangan Rabu (23/7), setelah Presiden Donald Trump mengumumkan tercapainya kesepakatan dagang penting dengan Jepang menjelang tenggat waktu pengenaan tarif impor yang dijadwalkan pada 1 Agustus. Meski berita ini sempat memicu reaksi pasar, ketidakpastian yang menyelimuti arah kebijakan perdagangan dan tekanan politik terhadap Federal Reserve membuat pelaku pasar tetap berhati-hati.

Trump Umumkan Investasi Jepang Senilai $550 Miliar

Dalam pernyataan resminya, Trump mengklaim bahwa Jepang setuju untuk berinvestasi hingga $550 miliar di Amerika Serikat sebagai bagian dari perjanjian dagang baru. Selain itu, ia menyebut tarif sebesar 15% telah ditetapkan untuk sejumlah impor AS dari Jepang, termasuk kendaraan, produk pertanian, serta barang-barang manufaktur.

Pengumuman tersebut disampaikan melalui akun Truth Social milik Trump, yang menyebut bahwa Jepang kini akan membuka akses perdagangan untuk mobil, truk, beras, dan beberapa produk agrikultur lainnya dari AS. Perjanjian ini dikatakan sebagai hasil pertemuan antara Trump dan negosiator perdagangan utama Jepang, Ryosei Akazawa, yang berlangsung di Gedung Putih pada hari Selasa.

Meski terdengar menjanjikan, pasar keuangan tidak serta merta merespon positif pernyataan Trump, terutama karena detail teknis dan implementasi perjanjian masih belum jelas. Hal ini memicu pergerakan hati-hati di pasar valuta asing.

Bestprofit | Powell Diselidiki, Dolar Melemah

Dolar Melemah terhadap Yen, Indeks Dolar Turun

Menyusul pengumuman kesepakatan tersebut, dolar AS melemah terhadap yen Jepang, diperdagangkan di level 146,65 yen, turun dari sesi sebelumnya yang mencatat pelemahan 0,5%. Secara keseluruhan, indeks dolar – yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama – turun 0,4% ke level 97,423.

Pelemahan dolar ini mencerminkan kehati-hatian investor dalam menilai apakah kesepakatan tersebut benar-benar akan meredakan ketegangan dagang global, atau justru menciptakan ketidakpastian baru di tengah potensi perubahan kebijakan mendadak dari Gedung Putih.

“Pasar telah melihat banyak kesepakatan yang diumumkan namun tidak pernah benar-benar terealisasi secara konkret. Hal ini menciptakan volatilitas jangka pendek dan membuat investor waspada terhadap retorika politik,” ujar Daniel Moon, analis valuta asing di FXEdge Research.


Kunjungi juga : bestprofit futures

Tarif Baru dan Tenggat 1 Agustus Masih Jadi Pertaruhan

Meskipun telah tercapai kesepakatan dengan Jepang, tenggat waktu 1 Agustus tetap menjadi titik penting bagi pasar. Pemerintah AS sebelumnya mengancam akan memberlakukan bea masuk besar terhadap negara-negara mitra dagangnya jika perjanjian yang memadai tidak dicapai.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dalam pernyataannya pada hari Senin menekankan bahwa fokus utama pemerintah adalah pada kualitas perjanjian, bukan waktu pelaksanaannya. Ketika ditanya apakah batas waktu tersebut bisa diperpanjang bagi negara-negara yang terlibat dalam pembicaraan produktif, Bessent mengatakan bahwa keputusan akhir akan berada di tangan Presiden Trump.

Pernyataan ini mencerminkan bahwa masih ada ruang untuk negosiasi lanjutan, namun juga memperkuat ketidakpastian pasar atas arah kebijakan dagang AS.

Pergerakan Mata Uang Lain: Euro, Pound, dan Dolar Asia-Pasifik

Sementara dolar AS melemah terhadap yen, mata uang utama lainnya diperdagangkan dalam kisaran yang relatif ketat. Euro tercatat berada di level $1,1745, turun tipis 0,1% sejauh ini di pasar Asia. Poundsterling juga relatif stabil di angka $1,35285.

Di kawasan Asia-Pasifik, dolar Australia berada pada posisi datar di $0,65555, sementara dolar Selandia Baru naik tipis 0,07% menjadi $0,6007. Kondisi ini mencerminkan pasar yang bergerak sideway, menunggu kejelasan dari berbagai faktor global.

“Pasar forex saat ini berada dalam kondisi waspada. Tidak banyak aksi beli atau jual besar karena investor menanti arah yang lebih jelas terkait suku bunga, inflasi, dan kebijakan dagang,” jelas Sarah Kim, analis di Tokyo Financial Times.

Ketegangan Politik dan Tekanan terhadap The Fed Menambah Ketidakpastian

Salah satu faktor lain yang membebani nilai dolar adalah kekhawatiran terkait independensi Federal Reserve. Presiden Trump dalam beberapa bulan terakhir secara terbuka mengkritik Ketua The Fed, Jerome Powell, karena enggan memangkas suku bunga.

Trump bahkan secara eksplisit menyarankan Powell untuk mundur dari jabatannya, sebuah tindakan yang memicu kekhawatiran di kalangan pelaku pasar mengenai potensi intervensi politik terhadap bank sentral.

Namun, dalam pernyataan terbarunya, Menteri Keuangan Bessent mencoba meredam ketegangan dengan mengatakan bahwa Powell tidak perlu segera mengundurkan diri dan dapat menyelesaikan masa jabatannya hingga Mei mendatang.

Wacana ini menambah keraguan investor terhadap stabilitas kebijakan moneter AS dalam jangka menengah. Dalam kondisi seperti ini, banyak investor cenderung mengurangi eksposur terhadap dolar dan beralih ke mata uang yang dinilai lebih stabil seperti yen Jepang atau bahkan aset safe haven seperti emas dan franc Swiss.

Kesimpulan: Pasar Valas Masih Bergerak dalam Ketidakpastian

Pelemahan dolar AS terhadap yen pasca-pengumuman kesepakatan dagang AS-Jepang menunjukkan bahwa pasar belum sepenuhnya yakin terhadap dampak positif dari kebijakan perdagangan Trump. Meskipun kesepakatan awal tampak menjanjikan, ketidakpastian terkait implementasi, tenggat tarif, dan tekanan terhadap Federal Reserve masih membayangi prospek dolar ke depan.

Indeks dolar yang turun serta pergerakan mata uang utama lainnya yang terbatas menjadi sinyal bahwa pelaku pasar masih menunggu kejelasan arah kebijakan global. Dengan tenggat waktu tarif pada 1 Agustus yang semakin dekat, serta pertemuan-pertemuan penting di tingkat internasional, volatilitas di pasar valas diperkirakan akan tetap tinggi.

Bagi investor, beberapa pekan ke depan menjadi masa krusial untuk mengamati apakah AS benar-benar akan memperluas perang dagangnya atau mampu mencapai konsensus perdagangan global yang stabil. Sampai ada kepastian lebih lanjut, pasar cenderung memilih sikap defensif.