
Bestprofit | Dolar Naik, Ketegangan AS-Iran Berlanjut
Bestprofit (23/6) – Dolar Amerika Serikat (USD) mencatat penguatan tipis di awal perdagangan Asia, didorong oleh sentimen pasar yang berhati-hati menyusul meningkatnya ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan Iran. Serangan udara terbaru yang dilakukan AS terhadap sasaran di Iran memicu kekhawatiran global dan mendorong investor untuk mencari perlindungan pada aset yang dianggap aman.
Investor Beralih ke Dolar: Perlindungan dari Ketidakpastian
USD menunjukkan kenaikan moderat terhadap euro dan mata uang utama lainnya seperti yen Jepang dan poundsterling, ketika pasar Asia memulai perdagangan mingguan. Investor secara aktif memburu dolar, sebuah aset yang telah lama diasosiasikan sebagai pelindung nilai di tengah krisis dan ketegangan global.
Peningkatan permintaan terhadap USD ini berlangsung paralel dengan kenaikan harga obligasi pemerintah AS dan minyak mentah, serta penurunan kontrak ekuitas AS di bursa berjangka. Kecenderungan investor yang menjauh dari aset berisiko menunjukkan bahwa pasar memperkirakan ketegangan AS-Iran masih akan berlanjut dalam jangka pendek.
Bestprofit | Dolar Jatuh, Trump Desak Pemangkasan Bunga
Minyak dan Obligasi Naik, Ekuitas Melemah
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah hampir selalu berdampak langsung terhadap pasar energi. Kali ini tidak berbeda. Harga minyak mentah berjangka naik signifikan di awal pekan, mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap potensi gangguan pasokan, terutama dari kawasan Teluk Persia yang menyumbang sebagian besar ekspor minyak dunia.
Obligasi pemerintah AS juga mengalami lonjakan permintaan, yang mengindikasikan peningkatan minat terhadap aset safe haven. Sebaliknya, kontrak indeks saham utama AS, termasuk S&P 500, bergerak turun di tengah kekhawatiran bahwa konflik yang bereskalasi dapat memicu volatilitas pasar yang lebih besar.
Kunjungi juga : bestprofit futures
Risiko Masih Terkendali, Namun Ketegangan Bisa Memburuk
Meski ada lonjakan awal pada aset-aset pelindung nilai, reaksi pasar secara keseluruhan tetap relatif tenang. Sejak serangan awal Israel terhadap Iran pada pertengahan Juni, indeks S&P 500 hanya terkoreksi sekitar 3% dari titik tertinggi sepanjang masa, yang dicapai pada Februari.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku pasar masih memandang konflik ini sebagai konflik regional yang belum menyebar luas. “Kami memperkirakan beberapa risiko berkurang, tetapi tidak agresif,” kata Diego Fernandez, Kepala Investasi di A&G Banco, Madrid. “Dunia mungkin menjadi tempat yang lebih aman tanpa ancaman nuklir Iran, tetapi kita masih perlu melihat reaksi Iran dan bagaimana konflik itu berkembang.”
Potensi Blokade Selat Hormuz: Titik Krisis yang Diawasi Ketat
Salah satu skenario yang sangat ditakuti pasar adalah kemungkinan Iran memblokir Selat Hormuz, jalur strategis yang menghubungkan Teluk Persia ke pasar global. Lebih dari 20% pasokan minyak dunia melintasi jalur ini, menjadikannya salah satu titik choke point energi terpenting di dunia.
Evgenia Molotova, manajer investasi senior di Pictet Asset Management, menyatakan, “Satu-satunya cara mereka [investor] menanggapinya dengan serius adalah jika Selat Hormuz diblokir, karena itu akan memengaruhi akses minyak.” Jika skenario ini terjadi, pasar global bisa menghadapi lonjakan harga energi yang drastis, inflasi yang tak terkendali, serta perlambatan ekonomi global.
Iran Siap Membalas: Ketidakpastian Bertambah
Iran sendiri telah bersumpah untuk memberikan “konsekuensi abadi” atas pemboman yang dilakukan oleh AS dan Israel. Pemerintah Iran menyatakan akan mempertahankan kedaulatannya dengan semua opsi yang tersedia, menambah lapisan ketidakpastian baru bagi investor global.
Serangan Israel juga belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Target serangan kini meluas ke lokasi militer di Teheran dan Iran bagian barat, memperburuk situasi yang sudah tegang. Risiko pembalasan langsung terhadap kepentingan AS atau sekutunya di kawasan kini meningkat, dan skenario tersebut dapat mengubah kalkulasi pasar secara drastis.
Pertanyaan Besar: Apakah Dolar Tetap Jadi Safe Haven?
Seiring meningkatnya eskalasi, para investor dan analis mulai mempertanyakan apakah dolar AS masih bisa mempertahankan statusnya sebagai aset safe haven yang dominan. “Ini menandai titik balik bagi pasar,” kata Charu Chanana, Kepala Strategi Investasi di Saxo Markets, Singapura. “Pertanyaannya adalah apakah aset AS masih dapat memperoleh premi sebagai aset safe haven.”
Jika konflik berkembang menjadi serangan langsung terhadap infrastruktur atau pasukan AS, atau memicu krisis global energi, respons investor mungkin akan berubah. Namun sejauh ini, dolar tetap menjadi pilihan utama berkat kedalaman dan likuiditas pasar keuangannya.
Sentimen Pasar Sudah Bersiap Hadapi Konflik
Menariknya, beberapa indikator menunjukkan bahwa pasar keuangan telah mulai mengantisipasi potensi konflik yang lebih luas. Indeks MSCI All Country World telah turun 1,5% sejak 13 Juni, dan data menunjukkan bahwa manajer dana secara bertahap mengurangi eksposur terhadap saham, serta meningkatkan permintaan terhadap instrumen lindung nilai.
Hal ini bisa menjadi alasan mengapa tidak terjadi aksi jual besar-besaran di pasar global, meskipun ketegangan geopolitik meningkat. “Saham tidak lagi overbought dan permintaan lindung nilai telah meningkat,” kata Chanana. “Itu berarti aksi jual besar-besaran tidak mungkin terjadi pada level ini.”
Kesimpulan: Dolar Menguat, Tapi Pasar Masih Waspada
Dolar AS telah menunjukkan penguatan tipis di awal pekan perdagangan Asia, mencerminkan upaya investor untuk mencari perlindungan dari ketegangan geopolitik yang meningkat. Meski reaksi pasar relatif tenang, potensi eskalasi lebih lanjut—seperti balasan Iran, blokade Selat Hormuz, atau serangan terhadap pasukan AS—tetap menjadi ancaman besar yang membayangi.
Pasar masih dalam mode tunggu dan lihat. Dolar mungkin tetap menjadi rujukan utama dalam waktu dekat, tetapi statusnya sebagai safe haven bisa diuji jika konflik berubah menjadi krisis global. Dengan ketegangan yang tampaknya berubah setiap jam, investor perlu tetap waspada dan fleksibel dalam merespons dinamika geopolitik yang berkembang cepat.