
Bestprofit | Gencatan Senjata Tekan Harga Minyak 6%
Bestprofit (25/6) – Harga minyak dunia anjlok 6% pada hari Selasa, mencatatkan penurunan signifikan yang menyebabkan harga minyak Brent dan West Texas Intermediate (WTI) mencapai level terendah dalam dua minggu. Penurunan harga ini dipicu oleh ekspektasi gencatan senjata antara Israel dan Iran yang dapat mengurangi ketegangan geopolitik di Timur Tengah, serta faktor-faktor lain seperti kebijakan Presiden AS Donald Trump dan data pasokan energi global. Artikel ini akan mengupas lebih dalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi penurunan harga minyak ini, serta dampaknya terhadap pasar energi global.
Gencatan Senjata Israel-Iran dan Pengaruhnya terhadap Harga Minyak
Gencatan senjata antara Israel dan Iran, yang diumumkan beberapa hari sebelum penurunan harga minyak, memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pasar minyak. Ketegangan yang tercipta akibat serangan-serangan mendadak dari Israel terhadap fasilitas militer dan nuklir utama Iran selama beberapa pekan terakhir, telah menciptakan premi risiko geopolitik yang cukup besar. Namun, setelah pengumuman gencatan senjata, para investor mulai memprediksi bahwa risiko gangguan pasokan minyak dari kawasan Timur Tengah akan berkurang, yang pada gilirannya menurunkan permintaan terhadap minyak.
Presiden AS Donald Trump, meskipun mendukung gencatan senjata tersebut, dengan cepat menuduh baik Israel maupun Iran melanggar kesepakatan hanya beberapa jam setelah pengumuman resmi. Ketidakstabilan ini menyebabkan ketidakpastian lebih lanjut di pasar minyak. Ketika ketegangan politik mereda, harga minyak pun ikut turun, dengan harga minyak mentah Brent yang turun $4,34 atau 6,1% menjadi $67,14 per barel, sementara harga WTI turun $4,14 atau 6,0% menjadi $64,37.
Bestprofit | Brent Naik 3% Imbas Konflik Israel-Iran
Penurunan Harga Minyak Brent dan WTI
Penurunan harga minyak mentah Brent dan WTI yang tajam pada hari Selasa mengakhiri reli yang dimulai setelah serangan-serangan Israel terhadap Iran pada 13 Juni. Pada saat itu, harga minyak sempat melonjak tajam hingga mencapai level tertinggi dalam lima bulan, dipicu oleh ketegangan yang meningkatkan kekhawatiran tentang gangguan pasokan energi dari wilayah yang sangat penting bagi pasar global. Namun, dengan terjadinya gencatan senjata, ketegangan mereda, dan harga minyak turun drastis, mendekati titik terendah sejak awal Juni.
Penurunan harga minyak ini juga menandai kembalinya pasar ke situasi yang lebih stabil. Menurut Tamas Varga, seorang analis senior di PVM Oil Associates, “Premi risiko geopolitik yang terbentuk sejak serangan pertama Israel terhadap Iran hampir dua minggu lalu telah sepenuhnya lenyap.” Ini menunjukkan bahwa pasar minyak global telah kembali ke kondisi yang lebih seimbang, dengan ketidakpastian yang sebelumnya mempengaruhi harga minyak kini berkurang.
Kunjungi juga : bestprofit futures
Keterlibatan AS dan Risiko Pasokan di Selat Hormuz
Keterlibatan langsung AS dalam konflik ini turut memperburuk sentimen pasar pada awalnya. Ketegangan antara AS dan Iran, khususnya terkait dengan jalur perdagangan minyak yang sangat penting di Selat Hormuz, menjadi perhatian utama. Selat Hormuz adalah jalur utama untuk pengiriman minyak global, dengan sekitar 18 hingga 19 juta barel minyak mentah yang melintas setiap hari, atau hampir seperlima dari total konsumsi minyak dunia.
Ketika AS melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, kekhawatiran akan gangguan pasokan minyak meningkat tajam. Hal ini menyebabkan lonjakan harga minyak dalam beberapa pekan terakhir. Namun, pernyataan Trump yang mengatakan bahwa China dapat terus membeli minyak dari Iran, serta pengumuman gencatan senjata, mengurangi kekhawatiran tentang gangguan pasokan minyak di kawasan tersebut.
Kenaikan Produksi Minyak Global
Selain faktor geopolitik, data terkait pasokan minyak global juga memengaruhi harga. Beberapa negara penghasil minyak utama, termasuk Kazakhstan dan Guyana, melaporkan peningkatan produksi yang dapat mengurangi ketegangan pasokan minyak.
KazMunayGaz, perusahaan energi negara Kazakhstan, memperkirakan bahwa produksi minyak di ladang minyak Tengiz, yang dikelola oleh Chevron, akan meningkat menjadi 35,7 juta metrik ton pada tahun 2025, dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya yang hanya 34,8 juta ton. Peningkatan produksi ini diharapkan dapat membantu menambah pasokan minyak global, mengurangi kekhawatiran pasar tentang potensi defisit pasokan akibat ketegangan politik di Timur Tengah.
Di sisi lain, di Guyana, produksi minyak juga mengalami peningkatan. Produksi naik menjadi 667.000 barel per hari pada bulan Mei, dibandingkan dengan 611.000 barel per hari pada bulan April. Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan produksi di dua fasilitas Exxon Mobil di negara tersebut. Kenaikan pasokan ini turut berkontribusi terhadap penurunan harga minyak.
Perekonomian AS dan Dampaknya terhadap Permintaan Minyak
Faktor lain yang turut membebani harga minyak adalah kondisi perekonomian AS. Keyakinan konsumen AS yang tercatat menurun pada bulan Juni memberikan sinyal bahwa permintaan minyak di negara pengimpor terbesar dunia ini bisa terhambat. Rumah tangga AS semakin khawatir tentang ketersediaan pekerjaan dan ketidakpastian ekonomi akibat kebijakan tarif perdagangan yang diterapkan oleh Presiden Trump.
John Williams, Presiden Federal Reserve Bank of New York, juga mengungkapkan bahwa ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dan inflasi yang lebih tinggi di AS tahun ini. Ia menyebutkan bahwa sebagian besar tekanan ini disebabkan oleh tarif perdagangan, yang dapat mempengaruhi daya beli konsumen serta pertumbuhan permintaan energi di negara tersebut.
Jika ketidakpastian ekonomi terus berlanjut, permintaan minyak dari AS bisa menurun, yang pada gilirannya dapat memperburuk prospek pasar minyak global.
Data Persediaan Minyak AS dan Proyeksi Pasar
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi harga minyak dalam waktu dekat adalah data persediaan minyak AS yang akan dirilis oleh American Petroleum Institute (API) dan Badan Informasi Energi AS (EIA). Analis memperkirakan bahwa perusahaan energi AS menarik sekitar 0,8 juta barel minyak dari persediaan AS pada minggu yang berakhir pada 20 Juni. Jika data ini terkonfirmasi, ini akan menjadi pertama kalinya perusahaan energi menarik minyak dari cadangan mereka selama lima minggu berturut-turut sejak Januari.
Penurunan persediaan minyak dapat memberikan sinyal positif bagi harga minyak, namun jika produksi global terus meningkat, tekanan terhadap harga akan tetap ada. Selain itu, data ini juga dapat memberi gambaran tentang kekuatan permintaan domestik di AS, yang merupakan faktor kunci dalam pergerakan harga minyak global.
Kesimpulan: Perubahan Dinamika Pasar Minyak
Secara keseluruhan, penurunan harga minyak yang terjadi pada hari Selasa mencerminkan perubahan dinamis dalam pasar minyak global. Faktor-faktor geopolitik, seperti gencatan senjata Israel-Iran, penurunan ketegangan di Selat Hormuz, serta peningkatan produksi minyak dari negara-negara penghasil besar, berkontribusi terhadap stabilisasi pasar. Namun, faktor-faktor ekonomi, terutama ketidakpastian yang melanda ekonomi AS, tetap menjadi perhatian utama.
Dampak dari keputusan kebijakan ekonomi AS, serta data persediaan yang akan dirilis dalam beberapa hari ke depan, akan terus memengaruhi pergerakan harga minyak. Dengan berbagai faktor yang saling berinteraksi, pasar minyak global kemungkinan akan tetap bergejolak, namun untuk sementara, ekspektasi gencatan senjata dan stabilitas pasokan telah meringankan tekanan terhadap harga minyak.