BPF Malang

Image

Bestprofit | Harga Minyak Terendah dalam 2 Pekan

Bestprofit (30/4) – Harga minyak global tergelincir ke level terendah dalam dua minggu pada hari Selasa (29 April 2025), mencerminkan meningkatnya kecemasan investor terhadap prospek perlambatan ekonomi global serta potensi peningkatan produksi dari aliansi OPEC+. Sentimen negatif ini diperparah oleh kekhawatiran bahwa kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump akan menekan pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi secara luas.

Harga Minyak Jatuh ke Titik Terendah dalam Dua Pekan

Minyak mentah Brent, acuan global, turun $1,61 atau sekitar 2,4% menjadi $64,25 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) asal AS anjlok $1,63 atau 2,6% menjadi $60,42 per barel. Kedua acuan harga mencatatkan penutupan terendah sejak 10 April.

Penurunan ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa OPEC+ — aliansi antara negara-negara OPEC dan sekutunya — akan mempercepat peningkatan produksi pada bulan Juni, langkah yang dipandang negatif mengingat lemahnya permintaan global saat ini.

Bestprofit | Minyak Naik, Pasar Respon Sanksi Iran

Tarif Trump Bayangi Permintaan Global

Kebijakan tarif proteksionis dari Presiden Trump terus membayangi pasar. Tarif agresif terhadap impor AS telah memicu kekhawatiran bahwa ekonomi global bisa tergelincir ke dalam resesi tahun ini. Reuters melaporkan mayoritas ekonom yang mereka survei memperkirakan perlambatan signifikan dalam aktivitas ekonomi sebagai dampak langsung dari perang dagang yang sedang berlangsung, terutama antara AS dan Tiongkok.

Tiongkok, sebagai salah satu konsumen minyak terbesar dunia, juga telah membalas dengan tarif terhadap barang-barang AS, yang memicu ketegangan dan memperburuk kondisi perdagangan. “Perdagangan antara China dan AS telah melambat menjadi aliran semi-embargo,” kata Bob Yawger, Direktur Energi Berjangka di Mizuho. Ia memperingatkan bahwa setiap hari tanpa kesepakatan perdagangan membawa dunia lebih dekat ke potensi kehancuran permintaan minyak global.


Kunjungi juga : bestprofit futures

Efek Riak di Dunia Korporat

Dampak dari kebijakan tarif juga mulai terasa di dunia usaha. UPS mengumumkan pemutusan hubungan kerja terhadap 20.000 karyawan sebagai bagian dari upaya efisiensi biaya. General Motors bahkan menunda panggilan investornya dan menarik kembali proyeksi kinerja keuangan karena ketidakpastian seputar kebijakan perdagangan.

Di sisi lain, Presiden Trump tampaknya mulai mempertimbangkan pelonggaran tarif mobil dengan menggabungkan insentif pajak dan keringanan terhadap suku cadang, setelah menerima tekanan dari industri otomotif AS.

Kinerja Buruk Perusahaan Energi

Perusahaan energi besar juga tak luput dari tekanan pasar. BP, raksasa energi asal Inggris, melaporkan penurunan laba bersih sebesar 48% menjadi $1,4 miliar — jauh di bawah ekspektasi analis. Pelemahan terjadi akibat melemahnya penyulingan dan perdagangan gas, serta kondisi pasar energi global yang tidak kondusif.

Pasar saat ini menantikan laporan keuangan dari dua perusahaan minyak raksasa asal AS, yakni Exxon Mobil dan Chevron, yang dijadwalkan akan dirilis akhir pekan ini. Hasil kinerja mereka akan menjadi indikator penting bagi investor untuk menilai sejauh mana sektor energi bertahan dalam kondisi pasar yang lemah.

OPEC+ Bersiap Tambah Produksi

Salah satu faktor utama yang memperburuk pelemahan harga adalah kabar bahwa beberapa anggota OPEC+ tengah bersiap meningkatkan produksi minyak untuk bulan kedua berturut-turut pada Juni mendatang. Menurut laporan Reuters, langkah ini tengah dipertimbangkan meskipun pasar saat ini tengah berada dalam tekanan permintaan yang menurun.

“Peningkatan produksi lain dari OPEC+ tidak mungkin terjadi pada saat yang lebih buruk, ketika sentimen sudah sangat lemah,” kata Ole Hansen, analis di Saxo Bank. Ia juga mencatat bahwa Kazakhstan — salah satu anggota OPEC+ — justru meningkatkan ekspor minyaknya sebesar 7% pada kuartal pertama tahun ini, berkat peningkatan pasokan melalui jaringan pipa Kaspia.

Ketidakseimbangan Pasokan dan Permintaan Semakin Membesar

Penambahan pasokan minyak di tengah menurunnya permintaan global menjadi kombinasi yang berbahaya bagi harga minyak. Dengan ketidakpastian perdagangan global dan ancaman resesi, permintaan minyak diperkirakan akan tetap lemah, sementara pasokan cenderung bertambah.

Kondisi ini menciptakan ketidakseimbangan yang semakin tajam, yang pada akhirnya mempercepat tekanan turun pada harga. Analis memperingatkan bahwa jika tidak ada langkah tegas dari OPEC+ untuk menahan produksi, harga bisa turun lebih jauh ke bawah level psikologis $60 per barel untuk WTI dan $64 untuk Brent.

Laporan Stok Minyak AS Jadi Perhatian Pasar

Selain faktor geopolitik dan kebijakan produksi, perhatian pasar kini tertuju pada laporan stok minyak mingguan dari American Petroleum Institute (API) dan Badan Informasi Energi AS (EIA). Analis memperkirakan ada penambahan 0,5 juta barel dalam cadangan minyak mentah AS untuk minggu yang berakhir 25 April.

Jika prediksi tersebut akurat, itu akan menjadi kenaikan persediaan kelima secara berturut-turut. Sebagai perbandingan, pada minggu yang sama tahun lalu, persediaan naik sebesar 7,3 juta barel, jauh di atas rata-rata lima tahun sebesar 3,2 juta barel.

Peningkatan cadangan ini menandakan adanya kelebihan pasokan domestik, yang semakin memperburuk prospek harga jangka pendek.

Prospek Harga Minyak: Ancaman atau Peluang?

Penurunan harga minyak hingga ke level terendah dalam dua minggu tentu saja menimbulkan kekhawatiran, namun bagi sebagian investor dan industri pengguna energi, hal ini juga bisa dilihat sebagai peluang. Industri penerbangan, logistik, dan manufaktur mungkin mendapatkan manfaat dari biaya energi yang lebih murah dalam jangka pendek.

Namun secara umum, penurunan harga minyak yang terlalu tajam dapat menjadi indikator buruk bagi ekonomi global. Ia mencerminkan lemahnya permintaan, yang sering kali berkorelasi dengan perlambatan ekonomi. Jika OPEC+ tetap melanjutkan penambahan produksi dan konflik dagang terus berlarut, harga minyak bisa saja terperosok lebih dalam.

Kesimpulan: Risiko Ganda Tekan Harga Minyak

Harga minyak menghadapi tekanan ganda: potensi peningkatan produksi dari OPEC+ dan dampak jangka panjang dari kebijakan tarif Presiden Trump yang memperburuk prospek permintaan global. Ketidakpastian ini membuat pasar energi bergejolak, dengan investor terus memantau perkembangan politik dan ekonomi yang dapat memengaruhi keseimbangan pasar.

Dengan laporan persediaan AS dan rilis laba perusahaan energi besar di depan mata, pelaku pasar harus siap menghadapi fluktuasi harga yang tinggi. Untuk saat ini, sentimen tetap negatif dan risiko penurunan harga minyak lebih lanjut masih terbuka lebar.