BPF Malang

Image

Bestprofit | Ketegangan Timur Tengah Dorong Harga Minyak

Bestprofit (16/6) – Harga minyak dunia melonjak tajam pada awal perdagangan Asia hari Senin (16 Juni), dipicu oleh ketegangan geopolitik terbaru antara Israel dan Iran. Kenaikan harga yang signifikan ini mencerminkan kekhawatiran pasar atas potensi konflik regional yang lebih luas serta risiko terganggunya ekspor minyak dari kawasan krusial seperti Timur Tengah, terutama melalui jalur penting Selat Hormuz.

Lonjakan Harga Minyak Mentah: Respons Cepat Pasar

Dalam sesi awal perdagangan, minyak mentah Brent berjangka melonjak $1,70 atau sekitar 2,3% menjadi $75,93 per barel pada pukul 22.53 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) asal AS naik $1,62 atau 2,2% menjadi $74,60 per barel. Keduanya telah naik lebih dari $4 di awal sesi—kenaikan yang menunjukkan betapa sensitifnya pasar terhadap ketegangan geopolitik terbaru.

Kedua patokan utama tersebut sebelumnya juga mencatat lonjakan signifikan pada akhir pekan, dengan kenaikan lebih dari 7% pada hari Jumat dan mencapai level tertinggi sejak Januari setelah melonjak 13% dalam satu sesi. Kenaikan ini menandai pergerakan harga paling tajam dalam beberapa bulan terakhir, seiring meningkatnya risiko pasokan.

Bestprofit | Ketegangan Timur Tengah Dongkrak Minyak

Israel dan Iran Salurkan Serangan Baru: Pemicu Krisis Energi Global

Pemicunya adalah eskalasi militer terbaru antara Israel dan Iran pada hari Minggu. Serangan dari kedua belah pihak menyebabkan korban sipil dan mendorong masing-masing militer untuk memperingatkan warga sipil agar bersiap menghadapi kemungkinan serangan lanjutan. Ketegangan ini tidak hanya berdampak pada stabilitas kawasan, tetapi juga berpotensi merusak jalur distribusi energi utama dunia.

Ketakutan utama pasar adalah gangguan terhadap pengiriman minyak melalui Selat Hormuz, saluran sempit yang menjadi jalur lebih dari seperlima konsumsi minyak global, yaitu sekitar 18 hingga 19 juta barel per hari (bpd). Apapun yang memperlambat atau menghambat lalu lintas di selat ini akan berakibat langsung pada pasokan global dan harga.


Kunjungi juga : bestprofit futures

Selat Hormuz: Titik Rawan dalam Rantai Pasokan Energi

Selat Hormuz, yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab, adalah jalur transit vital untuk ekspor minyak mentah dari produsen utama seperti Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, dan Irak. Ketegangan militer di sekitarnya akan menambah risiko pengiriman, meningkatkan premi risiko geopolitik, dan menambah volatilitas harga.

Pihak asuransi dan pelayaran global biasanya akan menyesuaikan tarif premi dan rute pengiriman jika eskalasi berlanjut. Hal ini bisa memperlambat aliran pasokan ke pasar global dan menambah beban biaya pada rantai distribusi energi.

Reaksi Dunia: Diplomasi, Kekhawatiran, dan Ketidakpastian

Presiden AS Donald Trump menyatakan harapannya agar Israel dan Iran dapat meredakan ketegangan melalui gencatan senjata. Namun, ia juga mengisyaratkan bahwa “kadang negara harus bertarung terlebih dahulu sebelum berdamai.” Meski AS menegaskan akan terus mendukung Israel, Trump enggan menyatakan secara langsung apakah pihaknya mendesak Israel untuk menghentikan serangan terhadap Iran.

Sementara itu, Kanselir Jerman Friedrich Merz mengemukakan harapan agar pertemuan para pemimpin G7 di Kanada dapat menciptakan terobosan diplomatik guna mencegah konflik lebih luas. Namun, diplomasi tampaknya menghadapi jalan buntu, terutama setelah laporan bahwa Iran tidak bersedia mempertimbangkan gencatan senjata selama masih diserang Israel.

Menurut sumber diplomatik, Iran telah memberi tahu mediator seperti Qatar dan Oman bahwa tidak ada ruang untuk perundingan saat ini. Artinya, eskalasi militer lebih lanjut masih mungkin terjadi dalam waktu dekat.

Dampak terhadap Produksi dan Ekspor Minyak Iran

Iran adalah anggota penting dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), dan saat ini memproduksi sekitar 3,3 juta barel minyak per hari, dengan ekspor melebihi 2 juta barel per hari dalam bentuk minyak mentah dan bahan bakar. Setiap gangguan pada kemampuan Iran untuk memproduksi atau mengekspor minyak bisa memberi tekanan besar pada pasar global, terutama dalam konteks permintaan yang sedang meningkat.

Kapasitas cadangan OPEC dan sekutunya seperti Rusia memang bisa menutupi sebagian gangguan, namun menurut analis dan pengamat industri, kapasitas ini hampir sebanding dengan produksi Iran. Dengan kata lain, dunia tidak punya banyak cadangan fleksibel untuk mengimbangi krisis pasokan skala besar.

Respons Pasar: Naiknya Risiko dan Pergeseran Sentimen

Para analis memperkirakan bahwa selama konflik Israel-Iran tidak mereda, harga minyak akan tetap berada pada jalur kenaikan. Pasar biasanya merespons dengan cepat terhadap ancaman pasokan, dan investor cenderung masuk ke aset energi sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian.

Selain itu, lonjakan harga minyak mentah bisa berdampak pada ekonomi global secara lebih luas. Biaya energi yang lebih tinggi berpotensi meningkatkan tekanan inflasi, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan mempersulit kebijakan bank sentral yang tengah berupaya menjaga keseimbangan antara inflasi dan pertumbuhan.

Risiko Rantai Pasokan Global

Jika konflik bereskalasi lebih luas, maka dampaknya tidak hanya dirasakan oleh pasar energi. Seluruh rantai pasokan global, mulai dari logistik, manufaktur, hingga harga konsumen, bisa terguncang. Negara-negara pengimpor utama seperti Tiongkok, India, dan negara-negara Uni Eropa akan sangat rentan terhadap guncangan pasokan energi ini.

Di sektor penerbangan dan transportasi darat, biaya bahan bakar akan melonjak, yang bisa memicu inflasi harga barang dan jasa secara keseluruhan.

Outlook Jangka Pendek: Harga Minyak Bisa Tembus $80?

Beberapa analis pasar menyatakan bahwa jika ketegangan tidak mereda dalam minggu ini, harga minyak Brent bisa menembus angka $80 per barel dalam waktu dekat. Ini didasarkan pada perhitungan risiko pasokan, ekspektasi permintaan global, serta data spekulatif dari pasar derivatif minyak.

Meski demikian, banyak juga yang mengingatkan akan volatilitas tinggi yang menyertai konflik geopolitik. Kenaikan bisa cepat dan tajam, tetapi bisa pula berubah arah jika solusi diplomatik tercapai dengan cepat.

Kesimpulan: Energi dalam Bahaya, Dunia Menanti Solusi

Lonjakan harga minyak akibat konflik Israel-Iran mencerminkan bagaimana dinamika geopolitik dapat mengganggu pasar global dengan seketika. Selat Hormuz kini kembali menjadi pusat perhatian dunia sebagai titik kritis dalam arus energi global. Ketiadaan solusi diplomatik yang nyata, ditambah penolakan Iran untuk gencatan senjata, memperbesar risiko konflik berkepanjangan dan guncangan pasar yang lebih luas.

Pasar energi, pelaku usaha global, serta konsumen dunia kini menanti apakah dunia akan melihat solusi diplomatik yang bisa menenangkan pasar, atau justru masuk ke dalam spiral konflik yang bisa memicu krisis energi baru.