BPF Malang

Image

Bestprofit | Minyak Melemah, OPEC+ Jadi Sorotan

Bestprofit (7/1) – Harga minyak mentah dunia mengalami tekanan signifikan dan diperdagangkan mendekati level terendah sejak awal Juni 2025. Fokus utama pasar saat ini tertuju pada keputusan yang akan diambil oleh OPEC+ dalam pertemuan penting hari Minggu mendatang, di mana potensi peningkatan produksi menjadi isu utama yang dapat menentukan arah harga selanjutnya.

Harga Minyak Melemah: WTI Dekati $65, Brent di Bawah $67

Pada perdagangan hari Senin (30 Juni 2025), minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) turun 0,6% dan kini diperdagangkan mendekati $65 per barel. Sementara itu, Brent untuk kontrak pengiriman bulan September ditutup di bawah $67 per barel, mempertegas tren pelemahan yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir.

Menurut data pasar, dalam tiga bulan terakhir, harga minyak telah merosot sekitar 9%, mencerminkan tingginya volatilitas yang dipicu oleh kombinasi faktor geopolitik, ketidakpastian ekonomi global, dan sinyal kebijakan produksi yang tidak konsisten dari OPEC+.

Bestprofit | Krisis Mereda, Harga Minyak Turun

OPEC+ Diprediksi Tambah Produksi: Saudi Kejar Pangsa Pasar

Berdasarkan survei terbaru oleh Bloomberg, kartel minyak OPEC dan sekutunya (dikenal sebagai OPEC+) kemungkinan besar akan menyetujui peningkatan pasokan untuk bulan keempat berturut-turut dalam pertemuan mendatang. Langkah ini diyakini sebagai bagian dari strategi Arab Saudi untuk merebut kembali pangsa pasar global yang sempat tergeser oleh produsen non-OPEC seperti Amerika Serikat dan Brasil.

Namun, potensi penambahan produksi ini justru memunculkan kekhawatiran di kalangan investor. Di tengah permintaan global yang belum sepenuhnya pulih, terutama dari sektor industri dan transportasi di negara-negara berkembang, penambahan pasokan bisa menciptakan ketidakseimbangan pasar, menekan harga lebih jauh.


Kunjungi juga : bestprofit futures

Volatilitas Harga: Dari Tarif Trump hingga Serangan Israel

Selama kuartal kedua 2025, harga minyak mengalami fluktuasi tajam yang mencerminkan sensitivitas pasar terhadap gejolak eksternal:

  • April 2025: Harga anjlok tajam setelah Presiden Donald Trump mengumumkan tarif impor baru untuk sejumlah negara mitra dagang, termasuk Tiongkok, Jerman, dan Jepang. Sentimen pasar terguncang oleh kekhawatiran akan melemahnya permintaan energi akibat perlambatan perdagangan global.

  • Juni 2025: Harga sempat melonjak setelah serangan militer Israel ke Iran, memicu ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah — wilayah yang merupakan jantung produksi minyak global.

  • Akhir Juni 2025: Harga kembali melemah saat ketegangan mereda, menandai kembalinya fokus pasar pada fundamental pasokan-permintaan ketimbang risiko geopolitik.

Faktor Fundamental Kembali Jadi Fokus

Dengan stabilisasi ketegangan global, perhatian pasar kini kembali tertuju pada faktor-faktor mendasar, terutama keseimbangan antara produksi dan konsumsi. Ada kekhawatiran bahwa kenaikan produksi OPEC+ dapat melebihi pertumbuhan permintaan, khususnya di tengah tanda-tanda melambatnya konsumsi minyak di Asia dan penurunan permintaan bahan bakar fosil di Eropa karena transisi energi yang berlanjut.

Beberapa analis memperkirakan bahwa harga minyak bisa turun lebih lanjut ke bawah $60 jika produksi tidak dikendalikan dengan hati-hati dan permintaan global tidak menunjukkan pemulihan yang kuat dalam kuartal ketiga.

Perdagangan Global Jadi Sumber Tekanan Tambahan

Selain isu pasokan, pasar juga menaruh perhatian besar pada perkembangan negosiasi perdagangan antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya. Menjelang diberlakukannya kembali tarif impor pada 9 Juli, ketidakpastian meningkat. Setelah libur nasional AS pada 4 Juli, pembicaraan perdagangan diperkirakan akan berlanjut, namun menghadapi hambatan serius terutama dengan negara seperti Jepang.

Presiden Trump bahkan mengancam akan menaikkan tarif lebih lanjut terhadap Jepang, sebagai respons terhadap penolakan Jepang menerima impor beras dari AS. Ketegangan perdagangan ini berisiko memperlambat arus barang dan bahan bakar, serta menurunkan permintaan energi global, yang pada akhirnya akan menambah tekanan pada harga minyak.

Sentimen Investor Negatif: Aset Energi Tidak Diminati

Ketidakpastian dari sisi produksi dan perdagangan global memicu arus keluar modal dari aset energi, termasuk saham-saham sektor minyak dan gas. Investor kini cenderung mengalihkan dana mereka ke instrumen yang lebih aman seperti emas dan obligasi pemerintah, atau ke sektor teknologi yang lebih menjanjikan di tengah fluktuasi ekonomi global.

Hal ini semakin memperburuk tekanan terhadap harga minyak, karena lemahnya sentimen pasar memperkecil kemungkinan rebound harga dalam waktu dekat, kecuali ada kejutan positif dari pertemuan OPEC+.

Prospek Jangka Pendek: Semua Mata Tertuju pada OPEC+

Dalam kondisi seperti ini, pertemuan OPEC+ pada hari Minggu mendatang akan menjadi titik krusial. Ada tiga skenario utama yang bisa terjadi:

  1. OPEC+ Sepakat Meningkatkan Produksi Secara Moderat
    Pasar bisa merespons negatif jika peningkatan dianggap melebihi kapasitas permintaan global saat ini. Harga bisa turun ke bawah $64 untuk WTI dan $66 untuk Brent.

  2. OPEC+ Menunda Kenaikan Produksi
    Ini bisa menjadi kejutan positif dan mendorong harga naik kembali ke atas $70, setidaknya dalam jangka pendek.

  3. Terjadi Ketidaksepakatan Internal di OPEC+
    Jika ada perpecahan, misalnya antara Arab Saudi dan Rusia, volatilitas bisa meningkat drastis dengan arah harga yang sulit diprediksi.

Apa yang Bisa Menstabilkan Harga?

Untuk menghindari penurunan harga lebih dalam, beberapa faktor yang dapat membantu menstabilkan pasar antara lain:

  • Pemulihan permintaan dari Tiongkok dan India, dua konsumen minyak terbesar dunia setelah AS.

  • Perbaikan hubungan dagang global, terutama antara AS dan mitra strategisnya.

  • Langkah tegas dari OPEC+ untuk menjaga pasokan tetap seimbang, tanpa terlalu agresif menambah produksi.

  • Cuaca ekstrem dan musim badai di wilayah produksi utama seperti Teluk Meksiko yang bisa mengganggu pasokan secara sementara.

Kesimpulan

Harga minyak berada dalam tekanan signifikan menjelang pertemuan penting OPEC+ akhir pekan ini. Dengan WTI diperdagangkan mendekati $65 per barel dan Brent di bawah $67, pasar bersikap hati-hati dalam menunggu keputusan apakah produksi akan dinaikkan kembali atau tidak.

Di tengah volatilitas geopolitik yang mulai mereda, perhatian kini bergeser ke keseimbangan pasokan-permintaan dan ketidakpastian perdagangan internasional, terutama terkait kebijakan tarif Presiden Trump.

Dengan latar belakang ini, keputusan OPEC+ akan menjadi penentu utama bagi arah harga minyak dalam beberapa minggu ke depan. Pasar, investor, dan pelaku energi kini menanti — apakah harga akan bangkit kembali atau justru terjun lebih dalam?