BPF Malang

Image

Bestprofit | Minyak Naik, AS Tekan Iran

Bestprofit (17/4) – Harga minyak dunia mengalami kenaikan untuk hari kedua berturut-turut setelah Amerika Serikat menyatakan komitmennya untuk menghentikan ekspor energi Iran hingga titik nol. Langkah tersebut memicu kekhawatiran pasar atas potensi gangguan pasokan global, mendorong harga minyak mentah mendekati level tertingginya dalam beberapa pekan terakhir.

West Texas Intermediate Menguat, Brent Bertahan di Bawah $66

Minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan mendekati $63 per barel setelah naik hampir 2% pada sesi perdagangan hari Rabu. Dengan tren ini, minyak WTI berada di jalur untuk mencatatkan kenaikan mingguan pertama pada bulan ini—sebuah sinyal pergeseran sentimen pasar yang sebelumnya dibayangi oleh kekhawatiran permintaan global dan ketegangan geopolitik.

Sementara itu, minyak mentah Brent, patokan global, ditutup sedikit lebih rendah di bawah $66 per barel. Meski tak melonjak tajam seperti WTI, Brent tetap menunjukkan ketahanan harga di tengah sentimen pasar yang bergeser ke arah pengurangan pasokan.

Bestprofit | Pasar Minyak Tenang, Tarif AS Jadi Sorotan

AS Maksimalkan Tekanan pada Ekspor Minyak Iran

Pendorong utama penguatan harga minyak ini adalah pernyataan dari Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang menegaskan bahwa Washington akan memberikan tekanan maksimum untuk menghentikan aliran ekspor minyak Iran. Langkah ini termasuk pengenaan sanksi terhadap entitas asing yang dituduh membantu perdagangan energi dari Republik Islam tersebut.

“Tujuan kami adalah mengganggu rantai pasokan minyak Iran sepenuhnya,” ujar Bessent dalam konferensi pers. Pernyataan tersebut dilatarbelakangi oleh sanksi baru yang dikenakan kepada sebuah kilang independen di Tiongkok yang disebut telah menangani minyak mentah Iran secara ilegal.


Kunjungi juga : bestprofit futures

Sanksi AS Menyasar Kilang Teapot Tiongkok

Kilang yang menjadi sasaran sanksi kali ini adalah Shandong Shengxing Chemical Co. Ltd., sebuah kilang independen atau biasa disebut “teapot refinery.” Menurut laporan dari Departemen Keuangan AS, perusahaan ini diduga telah mengelola lebih dari $1 miliar minyak mentah asal Iran, pelanggaran terhadap sanksi yang telah ditetapkan sejak masa pemerintahan sebelumnya.

Sanksi ini tidak hanya berdampak pada perusahaan terkait, tetapi juga menjadi sinyal kuat kepada pasar global bahwa AS siap untuk mengambil tindakan agresif guna membatasi ekspor energi Iran secara luas. Hal ini meningkatkan kekhawatiran akan berkurangnya pasokan minyak dunia, terutama dari kawasan Timur Tengah.

Reaksi Pasar dan Kekhawatiran Pasokan Global

Langkah AS ini menambah ketegangan dalam pasar energi global yang sudah rapuh akibat ketidakpastian geopolitik dan ketidakseimbangan pasokan-permintaan. Meningkatnya harga minyak mencerminkan kekhawatiran para pelaku pasar bahwa tekanan terhadap Iran bisa mempersempit ketersediaan minyak mentah secara signifikan.

Investor dan analis memperkirakan bahwa jika tekanan terus berlanjut dan negara-negara pembeli utama seperti Tiongkok dipaksa untuk mengurangi impor dari Iran, maka pasar bisa menghadapi lonjakan harga yang lebih besar dalam beberapa minggu ke depan.

Iran Peringatkan Gagalnya Pembicaraan Nuklir

Sebagai respons terhadap tindakan keras Washington, pemerintah Iran memperingatkan bahwa pembicaraan nuklir yang sedang berlangsung dengan AS bisa gagal sepenuhnya. Seorang pejabat tinggi Iran menyatakan bahwa pembicaraan “tidak akan berhasil” jika pemerintahan Presiden Trump “mengubah tujuan” atau memaksakan syarat baru yang tidak realistis.

Ketegangan antara kedua negara kembali meningkat, dan hal ini menambah dimensi baru terhadap pasar minyak. Ancaman kegagalan diplomatik berpotensi memperburuk situasi dan membuka risiko lebih besar terhadap stabilitas di kawasan Teluk Persia, di mana sebagian besar pasokan minyak dunia berasal.

Dampak Potensial pada Pasar Energi Global

Jika ekspor minyak Iran benar-benar ditekan hingga nol seperti yang diinginkan AS, maka pasar global bisa kehilangan sekitar 1 juta hingga 2 juta barel per hari. Dalam kondisi pasokan yang sudah ketat, kehilangan ini tidak mudah untuk digantikan, bahkan oleh produsen besar seperti Arab Saudi atau Amerika Serikat sendiri.

Selain itu, meningkatnya ketegangan di Selat Hormuz—jalur strategis pengiriman minyak—bisa memicu lonjakan harga secara tiba-tiba jika terjadi gangguan pengiriman atau aksi militer terbatas. Sejarah menunjukkan bahwa pasar sangat sensitif terhadap ketegangan di kawasan tersebut.

Prospek Harga Minyak dalam Jangka Menengah

Dengan sentimen pasar yang berubah dan risiko geopolitik yang meningkat, banyak analis memperkirakan harga minyak bisa bergerak naik dalam jangka menengah. Beberapa prediksi konservatif menyebutkan bahwa WTI bisa menembus $65 per barel dalam beberapa minggu ke depan, sedangkan Brent berpotensi naik hingga $70 per barel, tergantung pada perkembangan sanksi dan respons Iran.

Namun demikian, beberapa faktor yang bisa menahan lonjakan harga antara lain:

  • Potensi peningkatan produksi dari OPEC+ untuk menstabilkan pasar

  • Perlambatan ekonomi global yang menekan permintaan

  • Penurunan permintaan musiman setelah musim dingin

Respons Tiongkok dan Negara Mitra Iran

Tiongkok, sebagai salah satu mitra dagang utama Iran, belum memberikan tanggapan resmi terhadap sanksi terbaru ini. Namun, pengamat menilai bahwa Beijing kemungkinan akan mengkritik langkah AS sebagai bentuk unilateralisme yang mengganggu perdagangan bebas.

Negara-negara lain yang selama ini menjadi konsumen minyak Iran seperti India dan Turki juga mungkin berada dalam posisi sulit antara menjaga hubungan dagang dengan AS dan mempertahankan suplai energi yang stabil.

Kesimpulan: Pasar Minyak Memasuki Fase Baru Ketidakpastian

Kenaikan harga minyak dalam dua hari terakhir menandai dimulainya fase baru ketidakpastian di pasar energi global. Komitmen AS untuk menekan ekspor energi Iran hingga nol membawa konsekuensi besar bagi pasokan dan stabilitas harga minyak mentah.

Dengan risiko geopolitik yang meningkat dan pembicaraan nuklir yang terancam gagal, investor dan konsumen energi harus bersiap menghadapi kemungkinan lonjakan harga dalam waktu dekat. Di tengah tekanan ini, para produsen utama seperti OPEC, AS, dan Rusia akan memainkan peran krusial dalam menjaga keseimbangan pasar.