
Bestprofit | Minyak Naik Gara-Gara Timur Tengah
Bestprofit (17/6) – Harga minyak dunia kembali mengalami kenaikan pada Selasa (17 Juni 2025), seiring meningkatnya kekhawatiran bahwa konflik yang terus membara antara Iran dan Israel dapat mengganggu pasokan energi global. Investor semakin cemas terhadap potensi eskalasi yang dapat melumpuhkan jalur distribusi minyak utama di Timur Tengah.
Ketegangan Iran-Israel Picu Lonjakan Harga Minyak
Pada perdagangan Selasa pagi waktu Asia, harga minyak mentah Brent naik 34 sen, atau 0,5%, menjadi $73,57 per barel pada pukul 03.40 GMT. Sementara itu, minyak mentah acuan West Texas Intermediate (WTI) naik 29 sen, atau 0,4%, menjadi $72,06 per barel.
Kenaikan ini mengikuti lonjakan lebih dari 2% yang terjadi pada awal sesi perdagangan. Harga-harga tersebut mencerminkan kepanikan pasar terhadap potensi dampak konflik yang melibatkan dua negara berpengaruh di kawasan Timur Tengah, yang dikenal sebagai pusat produksi minyak dunia.
Bestprofit | Ketegangan Timur Tengah Dorong Harga Minyak
Konflik yang Membara di Tengah Harapan Damai yang Rapuh
Harga minyak sempat terkoreksi turun lebih dari 1% pada hari Senin, di tengah harapan bahwa konflik dapat segera mereda setelah sejumlah media melaporkan upaya Iran untuk mengakhiri permusuhan. Namun, optimisme tersebut segera memudar setelah situasi kembali memanas.
Presiden AS Donald Trump menyulut kembali ketegangan dengan unggahan di media sosial yang menyerukan “semua orang” untuk segera mengevakuasi ibu kota Iran, Teheran. Pernyataan ini memicu spekulasi luas bahwa AS akan memperluas keterlibatannya dalam konflik, sehingga meningkatkan risiko geopolitik.
Kunjungi juga : bestprofit futures
Kondisi Lapangan Makin Memanas
Memasuki hari kelima konflik pada Selasa, laporan dari media Iran menyebutkan adanya ledakan besar dan tembakan sistem pertahanan udara di Teheran. Sementara itu, di Israel, sirene serangan udara terdengar di Tel Aviv sebagai respons terhadap rudal yang diluncurkan dari wilayah Iran.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran bahwa konflik dapat meluas dan menyasar infrastruktur energi strategis, seperti terminal ekspor minyak dan jalur pelayaran di sekitar Selat Hormuz dan Teluk Oman—dua titik penting dalam distribusi minyak global.
Iran: Kunci Pasokan Energi Global yang Sedang Terancam
Iran merupakan produsen minyak terbesar ketiga di antara anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Setiap gangguan terhadap produksi dan ekspor Iran dapat berdampak signifikan terhadap keseimbangan pasokan dan permintaan global, serta mengerek harga minyak lebih tinggi.
Kawasan Timur Tengah menyuplai sekitar 30% kebutuhan minyak dunia. Dengan latar belakang ini, risiko terhadap pasokan dari Iran dan sekitarnya sangat diperhitungkan oleh pasar.
“Konflik antara Iran dan Israel masih segar dan memanas, dan sentimen investor mungkin masih berpegang pada ‘risiko perang’,” kata Priyanka Sachdeva, analis pasar senior di Phillip Nova.
Volatilitas Diperparah oleh Ketidakpastian Kebijakan The Fed
Selain konflik geopolitik, pelaku pasar juga tengah menanti keputusan penting dari Federal Reserve AS. Pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), yang mengarahkan kebijakan suku bunga, dijadwalkan dimulai hari ini, dengan pengumuman keputusan pada hari Rabu.
Sachdeva menambahkan bahwa volatilitas harga minyak diperkuat oleh kehati-hatian investor menjelang keputusan kebijakan moneter tersebut. Meski The Fed diperkirakan tidak akan mengubah suku bunga saat ini, arah kebijakan untuk bulan-bulan mendatang menjadi perhatian utama pelaku pasar.
Suku bunga yang lebih tinggi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan permintaan energi, sementara sinyal pelonggaran kebijakan dapat meningkatkan konsumsi dan, pada akhirnya, mendongkrak harga minyak.
Ketidakpastian Tinggi, Perdagangan Minyak Jadi Risiko Tinggi
Sementara itu, media AS melaporkan bahwa Trump telah mengusulkan perundingan baru dengan Iran mengenai perjanjian nuklir, meskipun di saat yang sama terdapat laporan tentang insiden keamanan di Teluk Oman, melibatkan kapal pengangkut minyak.
Insiden semacam ini memperkuat persepsi risiko di wilayah tersebut, khususnya bagi perusahaan pelayaran dan perdagangan minyak. Selat Hormuz, misalnya, menjadi jalur sekitar 20% dari konsumsi minyak global. Gangguan apa pun di sana bisa menyebabkan lonjakan tajam harga energi.
“Ancaman terhadap pengiriman di wilayah ini adalah salah satu risiko paling signifikan bagi stabilitas pasar minyak global,” ujar seorang analis energi dari London yang enggan disebutkan namanya. “Harga saat ini mencerminkan ketakutan itu.”
Reaksi Pasar: Sentimen Risiko Meningkat
Kondisi pasar saat ini sangat sensitif terhadap berita dan perkembangan terbaru. Ketika muncul laporan potensi perundingan damai, harga minyak cepat merespon dengan koreksi. Sebaliknya, setiap isyarat eskalasi langsung mendorong harga kembali naik.
Kombinasi antara faktor geopolitik dan ekonomi membuat harga minyak lebih rentan terhadap volatilitas ekstrem. Beberapa investor memilih untuk menahan diri, sementara yang lain melihat ini sebagai peluang jangka pendek untuk melakukan spekulasi atas pergerakan harga.
Outlook Jangka Pendek: Ketegangan Jadi Katalis Utama
Dalam jangka pendek, prospek harga minyak akan sangat bergantung pada arah konflik Iran-Israel. Jika eskalasi terus berlanjut, pasar bisa melihat harga Brent bergerak mendekati atau melewati ambang psikologis $75 per barel.
Namun, jika upaya diplomatik mulai menunjukkan hasil, dan jika The Fed memberikan sinyal dovish yang jelas, maka harga minyak bisa kembali ke kisaran stabil di bawah $73. Perkembangan di Teluk Oman juga akan terus diawasi ketat karena potensi pengaruhnya terhadap pengiriman minyak global.
Kesimpulan: Pasar Energi dalam Ketidakpastian Tinggi
Harga minyak saat ini mencerminkan kegelisahan pasar terhadap risiko geopolitik yang meningkat dan ketidakpastian kebijakan ekonomi global. Konflik Iran-Israel menjadi pusat perhatian utama, dengan potensi dampak besar terhadap pasokan minyak dunia.
Kombinasi antara kekhawatiran pasokan, kondisi pasar yang tidak stabil, serta kebijakan The Fed yang belum pasti membuat perdagangan minyak mentah menjadi ladang spekulasi yang berisiko tinggi dalam jangka pendek.
Investor dan pelaku pasar diimbau untuk terus memantau perkembangan geopolitik dan pernyataan resmi dari pihak-pihak yang terlibat, karena dinamika konflik ini akan terus menjadi penggerak utama arah harga minyak dalam beberapa hari ke depan.