BPF Malang

Image

Bestprofit | WTI Turun ke $68,00, Dolar Menguat dan Stimulus Tiongkok Mengecewakan

Bestprofit (12/11) – Harga minyak West Texas Intermediate (WTI), patokan minyak mentah AS, berada di kisaran $68,00 pada Selasa (12/11), mengalami penurunan yang cukup signifikan. Penurunan harga WTI terjadi di tengah ketidakpastian pasar terkait dampak dari kebijakan pemerintahan Presiden Donald Trump, yang berpotensi memicu perang dagang baru dengan China. Selain itu, kekhawatiran mengenai pertumbuhan permintaan minyak mentah, terutama di China, serta penguatan dolar AS turut memberi tekanan pada harga minyak. Pada artikel ini, kita akan mengupas faktor-faktor yang mempengaruhi harga minyak WTI, dari kebijakan tarif Trump hingga prospek permintaan global yang melemah.

Dampak Perang Dagang AS-China terhadap Harga Minyak

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi penurunan harga minyak WTI adalah kekhawatiran pasar tentang potensi perang dagang yang lebih intens antara Amerika Serikat dan China. Setelah kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS, kebijakan proteksionisme yang sudah berlangsung tampaknya akan semakin diperkuat. Trump telah mengumumkan niatnya untuk mengenakan tarif yang lebih tinggi terhadap produk impor dari China, mulai dari 10% hingga 20% untuk semua barang, dan tambahan tarif hingga 60% pada produk-produk tertentu yang berasal dari negara tersebut. Jika kebijakan tarif ini benar-benar diterapkan, hal ini berisiko memicu perang dagang yang lebih luas dengan China, yang pada gilirannya dapat memperburuk hubungan ekonomi antara kedua negara terbesar di dunia. Efek langsung dari perang dagang adalah terhambatnya aliran perdagangan dan investasi antara kedua negara, serta penurunan permintaan terhadap barang-barang yang diperdagangkan, termasuk minyak mentah. China, sebagai konsumen minyak terbesar kedua di dunia, sangat bergantung pada perdagangan internasional untuk kebutuhan energi dan barang-barang industri lainnya. Oleh karena itu, penurunan pertumbuhan ekonomi China akibat tarif tinggi dapat memperlambat pemulihan permintaan minyak mentah global. Bahkan jika China merespons dengan kebijakan stimulus untuk mengatasi dampak perang dagang, ada kekhawatiran bahwa langkah-langkah tersebut mungkin tidak cukup untuk mendongkrak permintaan minyak dalam waktu dekat. Ini semakin memperburuk prospek jangka pendek untuk harga minyak WTI.
Kunjungi juga : demo bpf, demo bestprofit futures

Penguatan Dolar AS Memperburuk Tekanan pada Harga Minyak

Faktor lain yang turut mendorong penurunan harga minyak adalah penguatan dolar AS. Pada hari Selasa, Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan dolar relatif terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, naik ke level tertinggi dalam empat bulan terakhir, yaitu sekitar 105,70. Penguatan dolar ini menyebabkan harga minyak yang dihargakan dalam USD menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain, sehingga permintaan internasional terhadap minyak mentah AS berpotensi menurun. Selain itu, kekuatan dolar seringkali mengindikasikan ekspektasi terhadap pertumbuhan ekonomi AS yang solid, yang bisa menjadi sinyal positif bagi pasar energi. Namun, dalam konteks ini, dolar yang lebih kuat justru memberikan dampak negatif pada harga minyak. Mengingat minyak merupakan komoditas yang diperdagangkan secara global dalam mata uang dolar, penguatan dolar AS menyebabkan harga minyak menjadi lebih mahal di pasar internasional, yang bisa menurunkan permintaan di luar Amerika Serikat. Aksi ambil untung dalam pasar dolar juga berpotensi membatasi penurunan harga minyak, namun secara keseluruhan, tren penguatan dolar cenderung memberi tekanan pada harga komoditas, termasuk minyak mentah.

Stimulus Beijing Tidak Cukup Mendorong Pemulihan Ekonomi

Di sisi lain, pemerintah China telah mengumumkan paket stimulus baru pada akhir pekan lalu untuk mendukung perekonomian domestik yang melambat. Paket stimulus tersebut dirancang untuk merangsang konsumsi dan investasi di tengah ketidakpastian ekonomi global. Namun, meskipun ada harapan pasar bahwa langkah-langkah stimulus ini dapat memperbaiki prospek ekonomi, hasilnya justru jauh di bawah ekspektasi. Paket stimulus yang diumumkan Beijing gagal memberikan dorongan yang cukup signifikan untuk meyakinkan pasar bahwa permintaan energi, khususnya minyak mentah, akan pulih dalam waktu dekat. Kecemasan pasar semakin diperburuk dengan data yang dirilis pada akhir pekan yang menunjukkan bahwa harga konsumen di China naik dengan laju paling lambat dalam empat bulan pada bulan Oktober. Selain itu, harga produsen mengalami deflasi yang lebih dalam, yang mencerminkan perlambatan dalam sektor manufaktur dan penurunan daya beli konsumen. China sebagai konsumen minyak terbesar kedua di dunia, dan penurunan pertumbuhan ekonomi mereka secara langsung berdampak pada permintaan energi global. Jika ekonomi China terus melambat, maka ini akan mengurangi kebutuhan impor energi mereka, yang akan memperburuk prospek pasar minyak global dan menekan harga minyak WTI lebih lanjut.

Pengaruh Inflasi dan Deflasi Terhadap Permintaan Minyak

Penurunan harga konsumen di China dan deflasi harga produsen juga mengindikasikan adanya penurunan dalam daya beli masyarakat dan penurunan permintaan barang-barang manufaktur. Hal ini berpotensi mereduksi konsumsi energi di negara yang sudah menjadi konsumen terbesar kedua dunia. Dalam hal ini, jika tingkat inflasi di China tetap rendah atau bahkan mengalami deflasi, maka ini akan menekan potensi pemulihan ekonomi dan permintaan energi, termasuk minyak mentah. Permintaan minyak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor permintaan domestik, tetapi juga oleh kebijakan luar negeri dan perdagangan. Dalam konteks perang dagang dengan AS, China mungkin harus menyesuaikan kebijakan energi dan industri mereka, yang pada akhirnya dapat menurunkan konsumsi energi dalam negeri. Dampak jangka panjang dari ketidakpastian perdagangan ini dapat memperlambat pemulihan pasar minyak global.

Outlook Pasar Minyak: Ketidakpastian Ekonomi dan Geopolitik

Melihat ke depan, prospek harga minyak WTI diperkirakan akan tetap bergantung pada beberapa faktor utama, terutama kebijakan perdagangan AS-China, penguatan dolar, dan prospek ekonomi global secara keseluruhan. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan tarif yang lebih proteksionis dari pemerintahan Trump dan dampaknya terhadap ekonomi China kemungkinan akan membebani harga minyak dalam jangka pendek. Namun, ada juga potensi pemulihan harga minyak jika terjadi kesepakatan perdagangan antara AS dan China atau jika ada langkah-langkah stimulus yang lebih kuat yang dapat merangsang permintaan di China. Selain itu, pemulihan ekonomi global yang lebih luas, terutama di pasar negara berkembang, dapat memberikan dorongan bagi permintaan minyak, meskipun prospek tersebut tampak kurang optimis dalam waktu dekat. Sementara itu, kekuatan dolar AS tetap menjadi faktor yang mendominasi dalam mempengaruhi pergerakan harga minyak dalam jangka pendek. Penguatan dolar AS membuat minyak lebih mahal bagi negara-negara yang menggunakan mata uang lain, dan ini dapat membatasi potensi permintaan minyak mentah global.

Kesimpulan: Tekanan dan Ketidakpastian Menghantui Harga Minyak

Secara keseluruhan, harga minyak WTI saat ini dipengaruhi oleh kombinasi faktor eksternal dan domestik yang menghadirkan ketidakpastian besar di pasar energi global. Perang dagang AS-China, penguatan dolar AS, dan penurunan pertumbuhan ekonomi di China semuanya memberikan tekanan pada harga minyak. Meskipun ada upaya stimulus dari Beijing, hal ini belum cukup untuk merangsang permintaan minyak dalam jangka pendek. Pasar minyak akan terus dipengaruhi oleh dinamika geopolitik dan ekonomi global, yang membuat prospek jangka pendek harga minyak tetap penuh ketidakpastian.
Jangan lupa jelajahi website kami di demo bestprofit dan temukan beragam informasi menarik yang siap menginspirasi dan memberikan pengetahuan baru! Ayo, kunjungi sekarang untuk pengalaman online yang menyenangkan!