BPF Malang

Image

Bestprofit | Harga Minyak Melemah Imbas Tarif & OPEC+

Bestprofit (4/7) – Harga minyak mentah mengalami penurunan ringan pada Kamis (3/7), seiring meningkatnya kekhawatiran pasar bahwa kebijakan tarif Amerika Serikat dapat memperlambat permintaan energi global. Ketidakpastian geopolitik, potensi kenaikan produksi oleh negara-negara produsen utama, serta lonjakan tak terduga dalam persediaan minyak mentah AS turut menambah tekanan terhadap harga.

Harga Minyak Tertekan di Tengah Perdagangan Sepi

Minyak mentah Brent berjangka turun sebesar 31 sen atau 0,45%, menjadi $68,80 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 45 sen atau 0,67%, ke level $67 per barel. Penurunan ini terjadi dalam kondisi perdagangan yang sepi karena menjelang libur nasional AS, Hari Kemerdekaan pada 4 Juli.

Investor cenderung berhati-hati menjelang tenggat waktu 9 Juli, di mana penghentian sementara penerapan tarif tinggi oleh pemerintahan Presiden Donald Trump akan berakhir. Ketidakpastian seputar arah kebijakan perdagangan membuat pasar energi bergejolak.

Bestprofit | Minyak Stabil, Pasar Optimis

Tarif AS dan Ketidakpastian Perdagangan Membebani Permintaan Energi

Penerapan tarif AS terhadap mitra dagang utama seperti Uni Eropa dan Jepang belum menemui titik terang. Belum adanya kesepakatan perdagangan dengan negara-negara tersebut menciptakan kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi global, yang pada akhirnya dapat menekan permintaan energi, termasuk minyak mentah.

Pedagang minyak semakin waspada, mengingat tarif yang lebih tinggi bisa menghambat aktivitas manufaktur dan distribusi, sektor-sektor yang menjadi pengguna utama energi. Ketidakpastian tarif ini menutupi sentimen positif dari kesepakatan dagang awal antara AS dan Vietnam yang sempat mendorong harga naik pada hari Rabu sebelumnya.


Kunjungi juga : bestprofit futures

OPEC+ Siap Naikkan Produksi, Tekan Harga Lebih Dalam

Faktor lain yang membebani harga minyak adalah ekspektasi bahwa kelompok produsen minyak OPEC+ akan menyetujui peningkatan produksi sebesar 411.000 barel per hari dalam pertemuan akhir pekan ini. Penambahan pasokan ini dimaksudkan untuk mengimbangi potensi gangguan pasokan global dan menjaga keseimbangan pasar.

Namun, dalam situasi permintaan yang belum pulih sepenuhnya, peningkatan pasokan bisa menjadi tekanan tambahan terhadap harga. Kelebihan pasokan sering kali menyebabkan tekanan deflasi di pasar energi, terutama jika diikuti oleh permintaan yang lemah.

Tiongkok Alami Pelemahan Aktivitas Jasa

Survei sektor swasta menunjukkan bahwa aktivitas jasa di Tiongkok – importir minyak terbesar di dunia – mengalami pertumbuhan paling lambat dalam sembilan bulan terakhir. Penurunan ini disebabkan oleh permintaan domestik yang melemah serta penurunan pesanan ekspor baru, menandakan perlambatan ekonomi yang semakin nyata.

Kondisi ini memicu kekhawatiran lebih lanjut bahwa konsumsi minyak oleh negara raksasa Asia tersebut bisa melemah dalam waktu dekat. Sebagai pengguna utama energi global, setiap pelemahan di Tiongkok akan berdampak langsung terhadap proyeksi permintaan minyak dunia.

Persediaan Minyak Mentah AS Naik Tak Terduga

Sementara itu, laporan mingguan dari Badan Informasi Energi (EIA) AS menunjukkan adanya peningkatan persediaan minyak mentah domestik sebesar 3,8 juta barel menjadi 419 juta barel dalam sepekan terakhir. Angka ini mengejutkan pelaku pasar, yang sebelumnya memperkirakan penurunan sebesar 1,8 juta barel berdasarkan jajak pendapat Reuters.

Kenaikan stok minyak ini mencerminkan bahwa permintaan dalam negeri belum sepenuhnya pulih, meskipun konsumsi bahan bakar biasanya meningkat selama musim panas di AS. Data ini memperkuat argumen bahwa pasar saat ini mengalami tekanan dari sisi permintaan, bukan hanya pasokan.

Aktivitas Rig Minyak AS Menurun

Perusahaan energi AS memangkas jumlah rig minyak sebanyak tujuh menjadi total 425, angka terendah sejak September 2021. Laporan mingguan dari Baker Hughes, perusahaan jasa energi terkemuka, menyebutkan bahwa penurunan ini bisa menjadi indikator bahwa produksi di masa depan mungkin melambat.

Meskipun begitu, pengurangan rig belum cukup untuk mengimbangi sentimen negatif yang dipicu oleh peningkatan stok dan ketidakpastian permintaan global. Pasar masih menunggu arah pasti dari kebijakan energi AS dan sinyal dari produsen utama lainnya.

Data Ketenagakerjaan AS Campur Aduk

Laporan ketenagakerjaan AS yang dirilis Kamis menunjukkan pertumbuhan pekerjaan yang solid pada bulan Juni. Tingkat pengangguran turun secara tak terduga, menunjukkan bahwa ketahanan ekonomi AS masih cukup kuat. Namun, hampir setengah dari kenaikan pekerjaan berasal dari sektor pemerintahan, sementara pertumbuhan pekerjaan di sektor swasta, seperti manufaktur dan ritel, melambat karena tekanan dari kebijakan tarif.

David Laut, kepala investasi di Abound Financial, menyatakan, “Laporan lapangan kerja hari Kamis lebih kuat dari yang diharapkan, yang menunjukkan bahwa ketahanan yang telah kita lihat dalam perekonomian selama beberapa bulan terakhir masih utuh. Kami masih mengharapkan Federal Reserve untuk melanjutkan pendekatan tunggu dan lihat pada suku bunga.”

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa bank sentral AS kemungkinan tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, yang bisa mendukung permintaan energi dalam jangka menengah. Namun, pasar tetap berhati-hati dalam menyikapi data makro ekonomi yang bercampur.

Ketegangan Geopolitik Kembali Bayangi Pasar

Pada hari Rabu, kekhawatiran geopolitik sempat mendorong harga minyak ke level tertinggi dalam seminggu, menyusul keputusan Iran untuk menangguhkan kerja sama dengan pengawas nuklir PBB. Langkah ini meningkatkan spekulasi bahwa ketegangan mengenai program nuklir Iran dapat kembali memburuk dan berisiko berkembang menjadi konflik yang lebih besar.

Pada saat yang sama, Washington memberlakukan sanksi baru terhadap Iran serta kelompok Hizbullah. Namun, sebagian analis menganggap bahwa dampaknya terhadap pasar masih terbatas.

“Untuk saat ini, pasar akan menerimanya begitu saja, karena tidak satu pun upaya ini yang berhasil di masa lalu,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kekhawatiran geopolitik, pasar energi belum bereaksi secara agresif terhadap sanksi baru tersebut.

Kesimpulan: Minyak Tertekan oleh Ketidakpastian Global

Secara keseluruhan, penurunan harga minyak pada Kamis mencerminkan keraguan pasar terhadap prospek permintaan energi di tengah ancaman tarif baru AS, lonjakan persediaan minyak domestik, dan ekspektasi kenaikan produksi oleh OPEC+. Kekhawatiran terhadap pertumbuhan global, terutama di negara-negara besar seperti Tiongkok, juga membebani sentimen investor.

Meski terdapat beberapa faktor penopang seperti ketegangan geopolitik dan data ketenagakerjaan AS yang cukup kuat, tekanan terhadap harga minyak diperkirakan masih akan berlanjut dalam jangka pendek, terutama jika tidak ada kepastian mengenai arah kebijakan perdagangan dan produksi global.